Home / Pengetahuan Umum / Bedah Gurindam Dua Belas Pasal

Bedah Gurindam Dua Belas Pasal

BINCANG-BINCANG MALAM
Tema : Bedah Gurindam Dua Belas Pasal
Narasumber : Siti Maryam Purwoningrum
pada 11 September 2016, Pukul : 20.00 WIB

Indonesia memiliki latar belakang budaya tinggi yang tertulis dalam karya sastra. Di antara banyak karya sastra itu, kali ini fokus pada sebuah karya berjudul Gurindam Dua Belas Pasal, yang merupakan karya sastra melayu. Karya sastra ini, mengutip perkataan Horatio berfungsi dulce et utile (menyenangkan dan berguna). Dan perbedan batas waktu dengan karya sastra modern adalah karya ini lahir sebelum tahun 1990. Menurut Tjokrowinoto masyarakat pada masa dulu sangat terpengaruh oleh adat istiadat. Pengarang pun tidak berani mengungkapkan jati dirinya, mereka hanya berani menulis perasaan masyarakat dan mengemukakan keadaan masyarakat yang hidup adil makmur karena kebaikan sri baginda. Serta menceritakan kehidupan keluarga istana yang bahagia dan sejahtera.

Menurut Tjokrowinoto masyarakat pada masa dulu sangat terpengaruh oleh adat istiadat. Pengarang pun tidak berani mengungkapkan jati dirinya, mereka hanya berani menulis perasaan masyarakat dan mengemukakan keadaan masyarakat yang hidup adil makmur karena kebaikan sri baginda. Serta menceritakan kehidupan keluarga istana yang bahagia dan sejahtera. Kembali ke Gurindam Dua Belas Pasal (selanjutnya disingkat GDB). Perlu diketahui bahwa gurindam berasal dari India yang bermakna suatu sajak dua baris seuntai, serupa dengan pantun kilat. Gurindam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat adalah sajak dua baris yang mengandung petuah atau nasihat, misal baik-baik memilih kawan, salah-salah bisa jadi lawan. (KBBI, 2008: 469).
Pada naskah GDB pengarang mencantumkan namanya di dalam tulisannya tersebut. Ditulis oleh Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, Riau, pada tanggal 23 Rajab 1263 H atau 1847 M dalam usia 38 tahun. Isinya petuah-petuah atau nasihat dalam mengarungi kehidupan di dunia ini agar diridhai Allah. Pun mengandung pelajaran dasar tasawuf mengenai ilmu mengenal yang empat, yaitu syariat, hakikat, dan makrifat. Naskah ini masuk kategori sy‟ir al-Irsyadi atau puisi didaktik. GDB diterbitkan pada tahun 1854 M dalam Tijdschrft van het Bataviaasch Genootschap No.II, Batavia, dengan huruf Arab dan terjemahan dalam bahasa Belanda oleh Elisa Netscher.

Hasil dari penelitian skripsi saya ini adalah berupa kajian sisi pragmatik. Apa itu pragmatik? Pragmatik adalah kajian atau makna yang muncul atas penggunaan bahasa. Pendekatan ini mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Hasil studi katalogus Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia terhadap naskah Gurindam Dua Belas didapatkan bahwa naskah GDB dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Netscher De Twaalf Spreukgedichten diterbitkan oleh Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap II, Batavia tahun 1854. Naskah lain disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dan terakhir saya ke sana (sekitar tahun 2012) keadaannya sudah sangat rapuh. Pihak PNRI sudah berinisiatif untuk menyalin naskah aslinya.
Saya memakai naskah salinan saja karena naskah asli ada dalam bentuk roll tidak bisa dibaca. Sebagai tambahan informasi, Naskah GDB adalah suatu naskah yang berbahasa Melayu Lama dan memakai huruf Arab-Melayu dan menggunakan tulisan tangan. Naskah GDB tercatat dalam Katalog Induk Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Naskah ini pernah disunting oleh T. E. Behrend pada tahun 1998, diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia, terdimpan di Ecole Francaise D‟Extreme Orient dan merupakan naskah koleksi Van D‟Extreme Orient. W 233, ada 7 halaman, serta disalin tahun 1846, [R#523], bentuk rol (MF 20.03). Kode w berarti itu adalah koleksi Van De Wall.

Isi Naskah Saya awali dengan pengungkapan seccara garis besar dahulu. Pada bagian awal naskah GDB ini RAH mengungkapkan puja-puji bagi Allah Swt, Nabi Muhammad Saw. beserta seluruh sahabatnya. Kemudian disebut bahwa pada 23 Rajab 1263 H RAH mendapatkan ilham untuk menulis naskah GDB ini. Setelah itu RAH menjelaskan perbedaanantara gurindam dengan syair itu seperti apa dan diakhiri ungkapan hasratnya untuk menulis GDB ini. Pasal pertama mendeskripsikan pentingnya setiap orang memegang kuat agama Islam agar memiliki nama di hadapan Tuhan. Pasal kedua mendeskripsikan bahwa orang-orang yang mengenal semua yang disebut di atas maka ia termasuk orang yang memahami makna takut yang sebenarnya. Pasal ketiga mendeskripsikan manfaat ketika anggota tubuh itu dapat dijaga dengan baik. Pasal keempat mendeskripsikan tentang hati yang menjadi kerajaan di dalam tubuh. Pasal kelima mendeskripsikan interaksi dalam kehidupan berbangsa. Pasal keenam mendeskripsikan bagaimana patokan kriteia dalam proses pencarian. Pada pasal berikutnya dijelaskan kembali oleh RAH bagaimana akibat dari perangai-perangai buruk manusia. Pada pasal kedelapan RAH memaparkan bahwa perangai-perangai buruk yang dijelaskannya itu harus sebisa mungkin dijauhi dalam kehidupan keseharian. Berlanjut pada pasal sembilan RAH menjelaskan seperti apa langkah-langkah setan dalam melaksanakan pekerjaannya menggoda manusia di dunia ini. Pada pasal kesepuluh RAH memaparkan bagaimana seharusnya akhlak terhadap orang tua, teman, dan seterusnya. Pasal kesebelas dijelaskan bagaimana akhlak baik semestinya: akhlak kepada saudara sebangsa, sikap ketika hendak marah, dan seterusnya.Pasal keduabelas sebagai pasal terakhir di sini menjelaskan bagaimana akhlak kepemimpinan dalam Islam, seperti apakah ketika menjalankannya. Gurindam ini ditutup dengan ungkapan waktu dan tempat RAH membuat karangan ini, serta tambahan informasi dari pihak PNRI sendiri mengenai naskah salinan GDB.

Kemudian saya membagi pokok-pokok yang akan dibahas menjadi beberapa aspek.
1. Ajaran Akidah
a. Sembahyang
b. Puasa
c. Zakat
d. Haji
2. Ajaran Makrifat
a. Mengenal Allah
b. Mengenal Diri
c. Mengenal Dunia
d. Mengenal Akhirat
3. Akhlak
a. Menjaga Mata
b. Menjaga Telinga
c. Menjaga Lidah
d. Menjaga Tangan
e. Menjaga Perut
f. Menjaga Kemaluan
g. Menjaga Kaki
h. Menjaga Hati
4. Perilaku Baik
a. Bahagia
b. Mulia
c. Berperangai Baik
d. Sabar
e. Bekerja Dengan Benar
f. Ramah
g. Hemat
h. Menutup Aib Orang Lain
i. Bijak Mendengar Aduan
j. Berkata Lembut
k. Kurangi Tidur
l. Sadar Kesalahan Sendiri (Taubat)
m. Menghormati Majelis
n. Amanat
o. Menyembunyikan Kejahatan dan Mendiamkan Kebaikan Diri
5. Perilaku Buruk
a. Dengki
b. Tidak Menutup Aib Orang Lain
c. Bakhil
d. Berbuat Kasar
e. Takabur (Sombong)
f. Berlebihan Suka
g. Kurang Siasat
h. Berbuat Kasar
i. Merasa Benar Sendiri
j. Berkata Kotor
k. Mengumpat dan Sebaliknya
l. Sikap Marah
m. Berbuat Bohong
n. Mencela Orang
o. Khianat
p. Aniaya
q. Pamer
r. Perangai Buruk Setan
6. Mencari Keluarga
7. Mencari Sahabat
8. Mencari Kawan
9. Mencari Abdi
10. Mencari Guru
11. Bangsa dan Bahasa
12. Pemimpin yang Baik

1. Ajaran Akidah
/Barangsiapa tiada memegang agama/ /Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama/ /Barangsiapa mengenal yang empat/ /Maka ia itulah orang yang ma‟rifat/ (RAH, 2).
Secara pengertian, kkidah adalah kepercayaan dasar; keyakinan pokok (KBBI, 2008:27). Akidah islamiyah itu berupa beriman kepada Allah Swt., para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, beriman kepada hari akhir, dan beriman kepada qadha dan qadhar. Bentuk aplikasinya itu berupa ibadah-ibadah.
/Barangsiapa mengenal yang tersebut/ /Tahulah ia maknanya takut/ (RAH, 2).
Allah adalah yang paling berhak atas sifat ketakwaan dari hamba-Nya. Dia telah memberikan ampunan kepada hamba-Nya. Ibadah merupakan perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt., didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya; ibadat (KBBI, 2008: 515). Imam Ghazali memberikan penjelasan kepada kita tentang bagaimana seharusnya menanamkan nilai-nilai aqidah yang berwujud pada ibadah, sejak masih kecil. Beliau berkata: Cara menanamkan nilai-nilai aqidah ini bukannya dengan cara membekali anak dengan kemampuan berdebat atau adu argumentasi, melainkan dengan jalan membuat anak sibuk dengan membaca alquran dan tafsirnya, membaca hadits-hadits berikut kandungan maknanya, serta menjadikannya sibuk melakukan berbagai aktivitas ibadah. Dengan demikian, kepercayaan dan keyakinan yang ada pada diri anak akan semakin kokoh, sejalan dengan semakin seringnya ia mendengarkan dalil-dalil alquran dan juga sejalan dengan semakin seringnya ia menelaah bukti-bukti yang terkandung dalam hadits-hadits Nabi berikut berbagai pelajaran yang ia dapatkan di dalamnya. Semua ini diperkokoh pula oleh cahaya-cahaya ibadah dan amalan-amalan yang dikerjakannya, yang senantiasa menambah teguhnya aqidah. (Suwaid, 2004: 158). Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Nuh: 31 yang berbunyi: Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Asasnya takwa itu adalah ketika seorang hamba menjadikan antara dirinya dan antara perkara yang ditakutinya sebuah perlindungan yang dapat menjaganya dari perkara yang ditakutinya tersebut. Mereka menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Tersirat dari isi gurindam di atas bahwa RAH menegaskan bahwa siapapun yang mengenal ilmu makrifat seperti yang sudah dipaparkan pada pasal pertama, maka orang itu termasuk orang mengetahui makna takut yang sebenarnya. Ia takut dekat melanggar syariat-Nya maka tidak mendapat ridho-Nya.
Ibadah-ibadah yang dibahas dalam naskah GDB oleh RAH adalah shalat, puasa, zakat, dan haji. Semua itu merupakan bagian dari rukun Islam yang terdiri atas lima perkara.
a. Sembahyang (Shalat)
/Barangsiapa meninggalkan sembahyang/ /Seperti rumah tiada bertiang/ (RAH, 2). Sembahyang adalah shalat (KBBI, 2008: 1259). Ash-Shalah atau shalat menurut bahasa adalah doa, rahmat, dan istighfar, serta pujian baik dari Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. Ash-Shalah adalah ibadah yang terdiri dari rukuk dan sujud, seperti yang disebutkan dalam Al-Qamus Al-Muhith. Ash-Shalah menurut istilah syari‟at adalah beberapa ucapan dan perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. (Jad, 2008: 79). Nabi Muhammad Saw. bersabda mengenai keutamaan shalat sebagai berikut: Pokok segala urusan adalah Islam. Tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah. (HR. Muslim). Ulama-ulama klasik maupun kontemporer memiliki perbedaan besar mengenai hukum orang yang meninggalkan shalat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: Mengenai orang yang meninggalkan shalat, para ulama berbeda pendapat: Imam Ahmad, Ishaq, Ibnu Khuzaimah, Abu Ath-Thayyib bin Salamah, Abu Ubaid bin Juwairiyyah, Manshur Al-Faqih, Abu Ja‟far At-Tirmidzi, dan beberapa pengikut madzhab Maliki dan Asy-Syafi‟i berpendapat bahwa orang tersebut kafir meskipun tidak menolak hukum kewajiban shalat. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang tersebut harus dibunuh sebagai hukuman. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Al-Muzani berpendapat bahwa orang tersebut tidak kafir dan tidak pula dibunuh. Dalil yang paling kuat dari pendapat ini adalah hadits Ubadah bin Ash-Shamit yang menyebutkan: Allah telah mewajibkan shalat lima waktu kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang mendirikannya, dengan tidak meremehkan sedikitpun hak-hak dari kelima shalat tersebut, maka ia berhak mendapatkan janji Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan barangsiapa yang tidak mau mendirikannya, maka dia tidak berhak mendapatkan janji Allah, jika berkehendak maka Allah akan menyiksanya dan jika berkehendak, maka Allah akan memasukkannya ke surga. Imam Ahmad dan para ulama yang sependapat dengannya bertendensikan pernyataan beberapa hadits yang mengkafirkannya. Sedangkan kelompok yang menentangnya menafsirkan pengertian yang terkandung dalam hadits tersebut dengan mengatakan bahwa orang tersebut bagaikan orang kafir atau menempati tempatnya (tidak kafir), sebagai bentuk penyelarasan dan pengkomparasian antara hadits-hadits tersebut. (Jad, 2008: 85-86). Shalat merupakan suatu kewajiban bagi seorang yang mengaku muslim. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa‟:103 yang artinya: …maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. Shalat merupakan rukun Islam kedua dari lima rukun Islam. Sabda Nabi Saw.: Islam dibangun di atas lima hal, yaitu bersaksi bahwa tak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Mendirikan shalat, membayar zakat, naik haji ke Baitullah, dan puasa bulan Ramadhan. (HR. Bukhari). Secara sadar kita dapat memahami pengibaratan RAH di atas. Jika akidah itu ibarat sebuah rumah, maka rumah tersebut akan kokoh dengan keberadaan shalat sebagai tiangnya. Jika tidak dipasang tiang (shalat tidak ditegakkan) maka hal tersebut bagaikan sebuah rumah yang tidak ada tiangnya.
b. Puasa
/Barangsiapa meninggalkan puasa/ /Tidaklah mendapat dua temasa/ (RAH, 2).
Puasa adalah salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; saum (KBBI, 2008: 1110). Puasa ditinjau dari segi bahasa adalah menahan. Penulis kitab Al-Qamus berkata, Shama, Shauman wa Ishtathama berarti menahan diri dari makanan, minuman, berbicara, nikah (bersenggama), dan berjalan (melakukan perjalanan). Puasa ditinjau dari segi syara‟ adalah menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa di siang hari dengan disertai niat (Jad, 2008: 199). Hikmah besar dari diperintahkannya berpuasa adalah agar mereka menjadi orang yang bertakwa, memunculkan beberapa keutamaan yang sangat banyak jumlahnya yang di antaranya adalah: 1) Allah menisbatkan puasa kepada Diri-Nya sendiri Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw., beliau bersabda: Allah berfirman, Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendirilah yang akan membalas atas apa yang ia tinggalkan dari syahwatnya, makanan dan minumannya karena-Ku. Puasa adalah perisai. Bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan; satu kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan yang lain adalah ketika ia bertemu dengan Tuhannya. Dan niscaya bau mulut tidak sedap orang yang sedang berpuasa lebih wangi bagi Allah daripada bau misik. (Hasits sahih). 2) dan 3) Kebahagiaan bagi orang yang berpuasa ketika ia berbuka dan ketika bertemu dengan Tuhannya. Dalam satu hadits disebutkan, Bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan; satu kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan yang lain adalah ketika ia bertemu dengan Tuhannya. Niscaya bau mulut tidak sedap orang yang sedang berpuasa lebih wangi bagi Allah daripada bau misik. Dua keutamaan lain yang diperoleh oleh orang yang berpuasa setelah mendapatkan keutamaan poin pertama. Yaitu kebahagiaan ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Allah dan diterimanya pahala berpuasa di sisi-Nya. Sampai-sampai ia rela bau mulutnya terasa tidak sedap demi melaksanakan puasa. Kebahagiaan pertama adalah tabiat manusia. Yaitu satu tabiat yang sangat dibutuhkan manusia hidup. Tabiat kedua adalah tabiat ketuhanan untuk dapat sampai menemukan rahasia penyucian diri dalam usahanya meninggalkan perkara-perkara yang dapat mengganggu badan dan mengganggu keyakinannya terhadap Dzat yang Maha Kuasa. Keutamaan puasa sebagaimana sabda Nabi Saw.: Puasa adalah perisai dari neraka, seperti perisai salah seorang kamu dalam perang dari serangan musuh. (HR. Ahmad dan lain-lain. As-Suyuti tidak memberi komentar apa-apa). Puasa memiliki banyak keutamaan secara kejiwaan, sosial, dan kesehatan. Puasa membiasakan orang untuk bersabar, mengendalikan nafsu, dan melahirkan ketakwaan sebagaimana firman Allah Ta‟ala: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S. Al-Baqarah:185). Selain itu puasa menjadikan umat disiplin dan bersatu, cinta keadilan dan persamaan, membentuk rasa kasih sayang dan kebajikan antar sesama. Puasa pun membersihkan lambung dan memperbaiki pencernaan serta dapat mengurangi lemak yang ada di dalam tubuh. Isi gurindam di atas senada dengan hadits yang di atas. Dua temasa yaitu dua kebahagiaan yang tidak akan pernah didapat oleh mereka yang meninggalkan ibadah puasa. Bukan hanya dosa yang didapat ketika seseorang tidak melaksanakan kewajiban berpuasa. Dengan tidak berpuasa ia tidak membuktikan bahwa dirinya orang yang bertakwa kepada Allah, tidak memiliki perisai dari tipu daya setan dan mudah dikuasai syahwat, mudah terserang penyakit, dan tidak peka jiwa sosialnya.
c. Zakat
/Barangsiapa meninggalkan zakat/ /Tiadalah hartanya beroleh berkat/ (RAH, 2).
Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dsb) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak (KBBI, 2008: 1569). Keberkahan suatu harta, seperti yang ditulis oleh RAH adalah dengan mengerjakan zakat, bukan dengan meninggalkannya. Penjelasan berdasarkan syariat Islam berikut ini memperjelas perkataan RAH. Sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk membayar zakat ketika harta yang dimilikinya sudah mencapai nisab disertai syarat-syarat tertentu. Firman Allah Ta‟ala: Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka (QS.9:103). Masalah zakat adalah beban tanggung jawab dalam masalah harta, sebab zakat merupakan hak orang fakir yang ada di dalam harta orang kaya sebagaimana hadits berikut: Dari Ibnu Abbas r.a, bahwasanya ketika Rasulullah Saw. mengurus Mu‟adz r.a untuk pergi ke Yaman, beliau berpesan kepadanya, Wahai Mu‟adz, sesungguhnya kamu akan berada di lingkungan ahli kitab. Maka pertama kali yang harus kamu serukan kepada mereka adalah menyembah Allah. Jika mereka telah mengenal Allah, maka beritahulah mereka bahwa Allah telah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Apabila mereka telah mengerjakannya, maka beritahulah mereka bahwa Allah telah mewajibkan untuk membayar zakat dari harta yang mereka miliki untuk diberikan kepada orang-orang fakir mereka. Apabila mereka mau menaatimu, maka ambillah harta dari mereka dan tahanlah harta yang paling mulia yang dimiliki orang-orang (HR. Al-Bukhari, hadits sahih). Zakat dapat dilihat dari dua sudut pandang. Yaitu zakat adalah ibadah dan zakat berkaitan dengan harta benda. Dari sudut pandang pertama, yaitu zakat sebagai ibadah, maka kewajiban zakat disyaratkan bagi orang muslim. Sebab selain muslim berarti tidak dibebani dengan suatu ibadah. Zakat termasuk dalam pilar-pilar penyangga Islam sebagaimana yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw. Sudut pandang kedua, yaitu menilik zakat berkaitan dengan harta benda, maka disyaratkan: 1) Hendaknya harta tersebut berasal dari orang muslim yang kaya untuk diberikan kepada orang muslim yang fakir dan merupakan kelebihan dari kebutuhan primer si kaya. Allah berfirman: Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. (Al-Baqarah: 219). Inilah yang dimaksudkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, Harta yang diambil dari orang-orang kaya. Maka dari itu, harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus sudah ada satu nisab, sebagaimana keterangan yang tertera pada hadits-hadits berikut: a) Dalam Ash-Shahihain disebutkan, bahwasanya Abu Sa‟id r.a berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak ada zakat pada harta yang kurang dari lima uqyah. Tidak ada zakat pada binatang yang kurang dari lima ekor. Dan tidak ada zakat pada harta yang kurang dari lima wasaq (HR.Al-Bukhari, hadits sahih). b) Dari Jabir bin Abdillah r.a, dari Rasulullah Saw., beliau bersabda, Tidak ada zakat emas yang kurang dari lima uqiyah. Tidak ada zakat unta yang kurang dari lima ekor. Tidak ada zakat kurma yang kurang dari lima wasaq (HR. Muslim). c) Hendaknya nishab yang dimaksud merupakan kelebihan dari kebutuhan primernya. Seperti tempat tinggal, pakaian yang menempel di badan, perabotan rumah tangga, kendaraan, beberapa peralatan modern yang sangat dibutuhkan, serta apa saja yang diperlukan dan harus dimiliki oleh seorang muslim dalam kehidupannya. d) Zakat tidak wajib kecuali harta yang bersangkutan sudah mencapai satu tahun. Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, Tidak ada zakat pada harta benda hingga mencapai satu tahun (HR. Abu Daud). Hal ini tidak melarang orang mukmin yang hendak menyegerakan zakatnya sebelum sempurna satu tahun. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a bahwasanya Al-Abbas pernah bertanya kepada Nabi Saw. tentang menyegerakan zakatnya sebelum mencapai satu tahun. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepada Al-Abbas (HR. Hadist riwayat Abu Dawud, hadist hasan). (Jad, 2008: 255-258). Ada ancaman di dalam Alquran dan hadist. Dari Ibnu Umar r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. pernah bersabda, Ak diperintahkan agar memerangi manusia hingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, serta membayar zakat. Apabila manusia mau mengerjakan itu semua, maka darah dan harta mereka aku jaga kecuali atas hak Islam. Adapun hitungan atas amal mereka ada pada Allah. Dari sinilah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. tidak bisa menerima, jika terdapat sekelompok orang yang menamakan dirinya termasuk golongan kaum muslimin namun membeda-bedakan antara shalat dengan zakat. Shalat didirikan, namun zakat tidak ditunaikan. Dalam Ash-Shahihain disebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, Abu Bakar r.a. mengatakan: Demi Allah, andaikata mereka enggan dariku dengan anak kambing betina (tidak mau membayarkannya kepadaku sebagai zakat) yang mestinya akan diberikan kepada Rasulullah Saw., maka aku akan memerangi mereka semua atas sebeb keengganannya itu. Umar r.a. berkata, Demikian itu tidak lain menunjukkan bahwa Allah telah melapangkan hati Abu Bakar untuh menabuh genderang perang (memerangi mereka). Maka aku pun sadar bahwa Abu Bakar adalah yang benar. (Jad, 2008: 251).
d. Haji
/Barangsiapa meninggalkan haji/ /Tiadalah ia menyempurnakan janji/ (RAH, 2).
Haji adalah rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kakbah pada bulan (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan wukuf di Padang Arafah (KBBI, 2008: 474). Haji itu adalah suatu kewajiban dari Allah bagi setiap Muslim dan Muslimah yang mampu dalam perjalanannya (Al-Jazairi, 1996:475). Sebagaimana firman Allah dalam QS.3:97 yang berbunyi, Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Haji itu kewajiban bagi yang mampu atau sanggup (isthitha‟ah), maksudnya adalah berupa bekal dan kendaraan, atau memiliki sesuatu yang dapat digunakan untuk memperoleh hal itu yaitu berupa kelebihan harta dari bekal hidup untuk dirinya dan keluarganya. Melaksanakan haji karena Allah dapat diampuni dosa yang ada. Seorang mukmin sepulang dari melaksanakan haji keadaannya seperti hari dimana ia dilahirkan oleh ibunya (tanpa dosa sedikitpun). Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, Barangsiapa melaksanakan haji di Baitullah ini dan ia tidak melakukan rafats (senggama) serta tidak berbuat fasiq maka akan kembali seperti dimana ia dilahirkan oleh ibunya (HR. Al-Bukhari, hadist sahih). Bahkan bagi seorang wanita, haji adalah jihad yang paling indah dan utama (Jad, 2008: 316-317). Dari ini semua dapat dipahami maksud RAH bahwa mengerjakan haji adalah kewajiban bagi yang mampu. Kewajiban adalah janji seorang hamba kepada Tuhannya. Jika haji itu belum dikerjakan berarti janjinya belum sempurna atas janji-janji yang lainnya.

2. Ajaran Makrifat Makrifat adalah tingkat penyerahan diri kepada Tuhan, yang naik setingkat demi setingkat sehingga sampai ke tingkat keyakinan yang kuat (KBBI, 2008: 864). Isi gurindam di atas adalah pesan utama yang disampaikan Raja Ali Haji kepada pembaca. Sekaligus merupakan inti dari isi pasal pertama.
/Barangsiapa tiada memegang agama/ /Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama/
Raja Ali Haji mengingatkan di awal bahwa siapa saja, dengan jabatan ataupun latar belakang sosial budaya apapun, yang tidak mematuhi perintah agama (perintah Allah dan Rasul-Nya) maka orang tersebut tidak bernilai apa-apa di hadapan Allah.
/Barangsiapa mengenal yang empat/ /Maka ia itulah orang yang ma‟rifat/
RAH di sini menegaskan kembali tentang ilmu dasar tasawuf. Dalam ilmu tasawuf terdapat perintah untuk makrifat, yaitu mendekat kepada Allah. Ada empat hal dalam naskah GDB yang harus diketahui oleh orang-orang yang hendak mencapai makrifat. Keempat hal itu adalah: mengenal Allah, mengenal diri, mengenal dunia, dan mengenal akhirat. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran: 18-19: Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Ayat tersebut mengandung penetapan hakikat tauhid dan sanggahan terhadap semua golongan dan sekaligus merupakan kesaksian tentang kebatilan perkataan dan pendapat mereka. Isi kandungan ayat ini berupa makrifat tentang ilahiyah dan hakikat-hakikat iman.
a. Mengenal Allah
/Barang siapa mengenal Allah/ /Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah/ (RAH, 2).
Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa yang disembah oleh orang yang beriman (KBBI, 2008: 42). Ada sebuah ungkapan seorang tokoh berbunyi sebagai berikut: Mahabbah kepada Allah harus diprioritaskan dibandingkan mahabbah terhadap diri Anda, ketika Anda diliputi hawa nafsu, dan berupaya menuju mahabbah-Nya, walaupun jalan terjal menghadang (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah). Ibnul Qayyim Al-Jauziyah pernah menyampaikan suatu gagasan yang sangat tinggi nilainya. Ibnul Qayyim membahas mengenai kedudukan yang mengutamakan Allah di atas segala-galanya di dalam kitab karyanya yang berjudul Madarijus Salikin fi Manazili Iyyaka Na‟budu wa Iyyaka Nasta‟in (QS.1:5) dan menjelaskan derajat kedua di antara derajat-derajat prioritas lainnya. Lebih mengutamakan ridha Allah daripada ridha-ridha yang lain, meski dalam hal ini ujiannya besar, bebannya amat berat, di mana bekal dan fisik semakin melemah untuk melakukannya. Mengutamakan ridha Allah dibanding yang lainnya artinya ia berbuat sesuatu sesuai ridha Allah meski seluruh makhluk membencinya. Inilah derajat para Nabi, dibawah derajat Rasul, di atasnya derajat Rasul ulul azmi, dan derajat tertinggi adalah Nabi Muhammad Saw. Mengutamakan ridha Allah di atas yang lainnya berdampak pada tiga hal: menekan hawa nafsu, tidak mengikuti keinginan manusia, dan memerangi setan berikut antek-anteknya. Inilah yang akan membuat manusia sanggup menaiki tangga mencintai Allah. Seseorang akan teruji kecintaannya kepada Allah ketika ia berhasil menekan hawa nafsunya yang terlarang. Hawa nafsu yang tercela itu kecenderungannya kepada segala bentuk kebatilan dan keharaman. Bila hawa nafsu tercela itu dilepaskan maka bisanalah ia, dan kelak sampailah kepada neraka Hawiyah. As-Syeikh Muhammad As-Safaraini dalam syarah kitab Mandhumatul Adab menegaskan: Tentu saja, ketika diri tersebut tidak mengikuti keinginan hawa nafsunya, akan lahir kemuliaan, kekuatan dan daya tahannya dari tipu daya setan berikut pasukannya, serta tidak akan menjad hina. Dan pada saat hawa nafsu berhasil dikekang oleh diri tersebut dengan alat berupa kewaspadaan terhadap tipuan nafsu (mutabi‟ah), lalu menghajarnya dengan cambuk berpegang teguh pada syariat (iqtida‟), serta mengalihkannya dengan kendali takwa, maka pasti akan terlahir kemuliaan, daya tahan diri, kekuatan dan kehormatan, karena adanya kesempurnaan mengikuti tuntunan syariat (ittiba‟) dan menghindari sejauh-jauhnya perbuatan bid‟ah. (Musthafa, 1999:92-93). Berarti bisa dipahami dari isi gurindam di atas bahwa seseorang yang telah mengenal Allah dengan rela hati akan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia ridha menjalankan syariat agamanya demi meraih ridha Allah meski fisiknya melemah. Orang seperti ini sudah mampu menekan hawa nafsunya yang tidak diridhai Allah.
b. Mengenal Diri
/Barangsiapa mengenal diri/ /Maka telah mengenal akan Tuhan yang Bahri/ (RAH, 2).
Diri adalah orang seorang (terpisah dari yang lain) (KBBI, 2008: 332). Seorang hamba yang sudah mengenali dirinya berarti ia memahami hakikat penciptaan dirinya, serta untuk apa ia diciptakan. Hamba semacam ini mengenali siapakah Tuhan-Nya yang telah menciptakan dirinya, yang membuat dirinya ada di muka bumi. Orang yang tidak mengenal dirinya dengan berakibat ia tidak mengenal siapa pencipta dirinya tersebut. Orang tersebut sudah tersesat dan menyesatkan dirinya sendiri dalam kehidupannya tersebut.
c. Mengenal Dunia
/Barangsiapa mengenal dunia/ /Tahulah ia barang yang terperdaya/ (RAH, 3).
Dunia adalah bumi dengan segala sesuatu yang terdapat di atasnya; planet tempat kita hidup (KBBI, 2008: 347). Bagi mereka yang memahami agama dengan baik, dunia ini adalah tempat tinggal sementara, tempat singgah menuju kehidupan abadi di akhirat sana. Imam Al-Bukhari ra. dalam Kitab Ar-Raqqaq bab Perumpamaan Kehidupan Dunia Dibanding Dengan Kehidupan Akhirat mengatakan dengan mengemukakan firman Allah Swt.: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, suatu yang melalaikan, perhiasan; bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak-anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya (QS. Al-Hadiid: 20). Selanjutnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa‟ad yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tempat cemeti seseorang di antara kamu di surga lebih baik daripada dunia dan segala isinya. Sesungguhnya berpagi hari atau berpetang hari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan segala isinya (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad). Sebagian ahlul ilmi mengumpamakan dunia seperti anak-anak yang datang pada suatu hari untuk bermain-main. Lalu dibuatkan untuk mereka gedung-gedungan dan rumah-rumahan dan ditanamkan pohon-pohonan, setelah hari petang dan matahari beranjak terbenam mereka merusaknya. Seperti itulah perumpamaan kehidupan dunia. (Al-Qarni, 2004: 176-177). Perumpamaan di atas sejalan dengan ungkapan RAH mengenai dunia. Seseorang yang mengenal dunia memahami bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara saja. Dan ia tidak terpedaya oleh segala yang ada di dunia ini. Sayangnya, mereka yang tidak mengenal dunia tidak pernah berpikir bahwa dunia adalah tempat untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat kelak.
d. Mengenal Akhirat
/Barangsiapa mengenal akhirat/ /Tahulah ia dunia melarat/ (RAH, 3).
Akhirat adalah alam setelah kehidupan di dunia; alam baka (KBBI, 2008: 27). Jika seseorang telah mengenal akhirat, maka ia lebih memahami lagi bahwa di dunia itu banyak hal-hal mudharat. Dunia merupakan surga bagi orang kafir. Merekalah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan harganya akhirat. Maka tiadalah ringan azab dari mereka dan mereka tiada akan ditolong (QS.Al-Baqarah: 86). Al-Ghazaly menganggap dunia itu penipu, pendaya, terbang, dan lari. Ia selalu berhias bagi pencari-pencarinya. Apabila mereka menjadi pencinta dunia, maka mereka meraihnya dengan gigi anjingnya, dikacaukannya mereka dengan sebab-sebab yang teratur. Mereka yang tertipu oleh dunia, kesudahannya berupa kehinaan. Para pengabdi dinar dan dirham (uang) adalah antek-antek dunia, hina, lagi rendah. Mereka tidak punya tujuan dan kepentingan. Tuntunan mereka dalam kehidupan adalah sandang, pangan, dan kesenangan (Al-Qarni, 2004: 358).
/Akhirat itu terlalu nyata/ /Kepada hati yang tidak buta/ (RAH, 6).
Hati yang buta itu, hati yang terlupa akan adanya hidup yang abadi di akhirat kelak dan hari perjumpaan dengan Allah pada hari penghisaban. Hati yang tidak buta sangatlah menyadari bahwa kehidupan akhirat itu benar-benar ada dan begitu nyata.
/Ingatkan dirinya mati/ /Inilah asal berbuat bakti/ (RAH, 6).
Mati adalah sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi (KBBI, 2008: 888). Teks GDB tentang kematian tersebut memberikan pesan bahwa salah satu jalan mengenal akhirat adalah dengan mengingat kematian. Baginda Nabi Muhammad Saw. bersabda: ‟Orang yang cerdas adalah orang yang pandai menghisab dirinya di dunia dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya suka berharap kepada Allah tanpa melakukan apa-apa‟‟ (HR Tirmidzi). Beramal dalam pengertian hadist di atas sesuai dengan kosa kata bakti yang disematkan Raja Ali Haji di dalam Gurindam Dua Belas. Mereka yang ingat bahwa dirinya akan mati tentu ia akan beramal atau berbakti sebanyak-banyak sebagai bekal menghadapi kematiannya kelak. Bukan mereka membeli kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia yang berakibat kesengsaraan di kehidupan akhirat nanti.

3. Akhlak Akhlak adalah budi pekerti; kelakuan (KBBI, 2008: 27). Ulama kenamaan seperti Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Ahkamul Maulud menjelaskan: Di antara apa yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak adalah perhatian terhadap perilakunya. seorang anak tumbuh sesuai dengan pembiasaan yang dilakukan oleh pendidik (orang tua atau guru) pada masa kecilnya, seperti perilaku senang menyendiri, emosional, terburu-buru, lemah kepribadian, ceroboh, temperamental, serakah, dan sifat lainnya. Sifat-sfat ini akan sulit dihilangkan ketika ia dewasa dan tetap akan menjadi perilakunya yang tertanam kuat. Maka, jika pendidik tidak memberikan perhatian secara serius pada masa kanak-kanak, permasalahan ini akan menjadi gangguan di suatu saat. Di sini kita dapati beragam penyimpangan akhlak, yang disebabkan oleh pola pendidikan yang diterima anak (Suwaid, 2004: 262). Allah Azza Wa Jalla berfirman: Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban (Q.S. Al-Israa : 36). Terpeliharanya unsur-unsur anggota tubuh merupakan suatu relasi yang baik antara anggota tubuh. RAH menjelaskan konsep akhlak diawali dengan akhlak terhadap tubuh, seperti mata, lidah, perut. Kemudian juga dibahas bagaimana hati itu beserta penyakit dan perangai-perangai baik yang harus dimiliki oleh hati. Ada juga nasehat-nasehat bagaimana mencari seorang sahabat, akhlak berilmu hingga mencari guru, tentang keluarga, hingga bagaimana sebuah kepemimpinan itu. Pada bagian akhlak ini, RAH mula-mula membahas beberapa akhlak mengenai anggota tubuh, seperti: mata, kuping, lidah, tangan. Perut, kaki, kemaluan. Memasuki bagian hati, ada pembahasan mengenai beberapa penyakit yang ada di hati dan beberapa pengarai baiknya yang harus dimiliki oleh setiap hamba Allah. Penyakit dengki, khianat, sombong. Mengumpat, marah, membuka aib. Mencela, banyak tidur, perbuatan kasar. Aniaya, merasa diri paling benar, Disertai juga pesan seperti amanat, berbuat baik, berbakti. RAH juga memberikan gambaran bagaimana semestinya setiap hamba Tuhan dalam mencari guru untuk menimba ilmu, mencari teman, pasangan hidup, hingga mencari bawahan bagi seorang raja. Di dalam naskah GDB ini juga diungkapkan secara singkat dan jelas bagaimanakah kepemimpinan dalam Islam.
a. Menjaga Mata
/Apabila terpelihara mata/ /Sedikit cita-cita/ (RAH, 2).
Mata adalah indra untuk melihat; indra penglihat (KBBI, 2008: 886). Maksiat masuk ke dalam diri seorang hamba melalui empat pintu kemaksiatan, salah satunya adalah lewat mata atau pandangan. Pandangan adalah suatu dorongan yang muncul pertama kali ketika seseorang melihat sesuatu. Apabila dorongan itu jelek, itu adalah dorongan syahwat. Menjaga pandangan merupakan benteng dari kemaluan. Siapa yang sengaja melepaskan pandangan, sama artinya dengan menuntun dirinya kepada sumber kebinasaan. Jangan Anda menyusuli pandangan dengan pandangan, untuk Anda hanya yang pertama, sedang yang kedua bukan untuk Anda. (HR. Tirmidzi). Pandangan merupakan awal kejadian buruk yang menimpa manusia, dapat melahirkan perasaan yang kemudian lahirlah pikiran yang menumbuhkan syahwat untuk melampiaskan keinginan. Penyakit dari pandangan adalah mendatangkan kecemasan, membawa percikan api lalu membakar. (al-Jauzi, 2005: 231-232). Salah satu bukti terpeliharanya mata adalah mata yang dimiliki tidak dipakai untuk melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Mata tersebut digunakan untuk sebaik-baiknya penglihatan dan benar-benar menghindari penglihatan yang diharamkan oleh Allah. Seperti itulah maksud dari perkataan RAH tersebut. Mata yang terjaga atau terpelihara tentu tidak akan ingin macam-macam hal yang bersifat keduniawiaan. Keinginan atau cita-cita besarnya hanya ada satu: meraih ridha Allah semata. Orang yang tidak mampu menjaga mata akan sibuk untuk menggapai cita-cita keduniawiaan.
b. Menjaga Telinga
/Apabila terpelihara kuping/ /Khabar jahat tiadalah damping/ (RAH, 2).
Kuping adalah telinga (KBBI, 2008: 760). Ada sebuah kisah mengenai seorang raja kafir masih terus memberikan pengarahannya: Intailah celah-celah telinga. Jangan sampai masuk musuh dari celah telinga tersebut dan merusak kalian. Bersungguh-sungguhlah, jangan mengintai, jangan sampai ada yang masuk melaluinya kecuali hal-hal yang batil. Sesungguhnya kebatilan itu begitu ringan menghadapi jiwa, memperdaya dan menghiasinya. Pilihlah kata-kata yang paling sedap dan yang paling mempesona untuk menyihir lubuk hati, dan campur baurkan dengan segala hal yang menjadi kesenangan nafsu (jiwa) tersebut. Bila kalian (wahai setan-setan) melihat ada kelemahan pada manusia tersebut terhadap nafsu, doronglah ia agar bercinta dengan para perempuan. Setiap kalian menemukan hal-hal yang dianggap bagus olehnya, maka buatlah agar ia selalu mengingatnya. Awas! Jangan sampai ada yang masuk melalui celah-celah telinga ini sedikitpun dari kalam Allah, hadis Rasul, atau nasihat dari para pemberi nasihat. Kalau kalian terkalahkan oleh hal-hal itu, dan masuk ke dalamnya sesuatu yang membahayakan kalian, halangilah pengertiannya serta usaha dan pemikirannya, baik dengan memasukkan lawannya ataupun kebaikan atas hal-hal tersebut. Membesar-besarkannya bahwa ini adalah hal yang menghalangi antara jiwa (nafsu) dengan hal-hal tersebut. Tutuplah jalan ke sana hingga hal ini menjadi beban yang memberatkan, tidak bebas meraihnya, dan sebagainya (al-Jauzi, 2005: 144). Terpeliharanya kuping itu ketika kuping yang dimiliki digunakan untuk mendengarkan semua bentuk pendengaran yang Allah izinkan. Itulah suatu wujud rasa syukur sebagai seorang hamba. Seperti kata damping yang tertulis di dalam bagian naskah di atas bermaksud kuat sebagai sebagai suatu kabar buruk yang tidak biasa didengar oleh kuping yang terpelihara. Allah berfirman: Kemudian Dia menyempurnakan kejadiannya serta meniupkan padanya roh ciptaan-Nya dan Dia mengaruniakan kepada kamu pendengaran, penglihatan dan hati (akal fikiran), (supaya kamu bersyukur, tetapi) amatlah sedikit kamu bersyukur (Q.S. As-Sajdah:9). Orang yang tidak menjaga telinga, selain memang tidak termasuk ke dalam hamba yang bersyukur, ia pun akan menerima siksa di alam akhirat kelak.
c. Menjaga Lidah
/Apabila terpelihara lidah/ /Nescaya dapat daripadanya faedah/ (RAH, 2).
Lidah adalah bagian tubuh dalam mulut yang dapat bergerak-gerak dengan mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan berkata-kata (KBBI, 2008: 825). Ucapan merupakan sesuatu yang tersimpan yang tidak dikeluarkan kecuali karena suatu kepentingan. Maka jika ingin berbicara, hendaklah diketahui dahulu apakah ada faedah dari sudut pandang agama. Bila ingin mendapatkan dalil atau petunjuk atas apa yang ada di dalam hati, carilah dengan lidah. Hal itu akan memberitahu Anda tentang kebaikan atau keburukan sesuatu yang ada di dalam hati itu. Yahya ibn Mu‟adz berkata: Hati itu serupa dengan panci, suatu tempat merebus sesuatu yang ada di dalamnya dan lidahlah yang akan mengais atau mengambil apa yang ada di dalam hatinya untuk Anda, terkadang manis, kadang asam, tawar, asin, dan sebagainya. Kemudian terasakan oleh Anda rasa hatinya sebagai hasil yang dikais oleh lidahnya, sebagaimana Anda mencicipi makanan dengan lidah yang terdapat pada panci. Dan itu Anda mendapatkan ilmu pada hakekatnya. Begitulah hubungan hati dengan lidah seseorang itu sendiri (al-Jauzi, 2005: 239-240). Allah Ta‟ala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar (Al-Ahzab:70-71). Rasulullah Saw. bersabda tentang sesuatu yang menyebabkan orang ke dalam neraka, beliau menjawab, Mulut dan kemaluan (HR. Tirmidzi). Sesungguhnya lidah yang terpelihara hanya akan digunakan untuk berkata benar saja karena si pemilik lidah memahami bahwa lidahnya akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah. Hanya mereka yang tidak bisa menjaga lidahnya saja yang sembarangan menggunakan lidah yang mereka miliki itu.
d. Menjaga Tangan
/Bersungguh-sungguh engkau memelihara tangan/ /Daripada segala berat dan ringan/ (RAH, 2).
Tangan adalah anggota badan dari siku sampai ke ujung jari atau dari pergelangan sampai ujung jari (KBBI, 2008: 1395). Apabila tangan terjaga, maka banyak hal yang bisa diselamatkan. Maksud dari itu adalah bahwa dari terjaganya tangan maka tidak akan terjadi segala tindakan berbahaya yang dilakukan oleh tangan dalam bentuk apapun. Abdullah bin Umar rodhiallohu anhuma mengatakan bahwa Nabi sholallohu alaihi wa sallam bersabda, Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah (HR. Bukhari). Mereka yang tidak menjaga tangannya kelak akan melakukan segala tindakan yang merugikan orang lain dengan tangan mereka. Banyak kerusakan yang dapat mereka ciptakan.
e. Menjaga Perut
/Apabila perut terlalu penuh/ /Keluarlah fi‟il yang tiada senonoh/ (RAH, 2). Perut adalah bagian tubuh di bawah rongga dada (KBBI, 2008: 1063). Keadaan perut yang terlalu penuh atau terlalu kenyang akan berakibat buruk, terutama terhadap kelakuan keseharian si pemilik perut tersebut. Pesan yang hendak disampaikan RAH ini sejalan dengan perintah nabi untuk sekedar menegakkan tulang belakang. Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw., beliau bersabda, Orang kafir makan dengan tujuh perut sedang orang mukmin makan dengan satu perut. (HR. Al-Bukhari, hadits sahih). Rasulullah bersabda dalam hadist riwayat Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ahmad, dan Al-Albani: manfaatkanlah lima perkara sebelum datang perkara yang lain: masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, kayamu sebelum datang masa miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang matimu. Manusia diperintahkan untuk menjaga perutnya, karena jika perut tidak bisa dijaga kelak akan menjadi sumber penyakit selain berpengaruh kepada kelakuan seseorang. Bahkan ia bisa menjadi seorang yang sangat pemalas.
f. Menjaga Kemaluan
/Anggauta tengah hendaklah ingat/ /Disitulah banyak orang kehilangan semangat/ (RAH, 2).
Kemaluan adalah alat kelamin (laki-laki atau perempuan) (KBBI, 2008: 868). Maksud anggota tengah versi RAH adalah kemaluan manusia. Manusia memang banyak yang lengah dan jatuh ke lembah yang hina bermula dari kemaluan, akibat tidak bisa dijaga. Mereka yang tidak bisa menjaga kemaluannya dikatakan akan kehilangan semangat hidup, sebab ia melanggar perintah Allah untuk menjaga kemaluannya dengan baik. Bahkan mereka semakin jatuh ke lembah yang hina. Ini sejalan dengan perintah Allah untuk menghindari zina dalam firman-Nya yang berbunyi: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih baik bagi merekakatakanlah kepada wanita-wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya (QS. 24: 30-31).
g. Menjaga Kaki
/Hendaklah peliharakan kaki/ /Daripadanya berjalan yang membawa rugi/ (RAH, 2).
Kaki adalah anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan (dari pangkal paha ke bawah) (KBBI, 2008: 605). Kaki merupakan salah satu anggota tubuh yang harus dijaga, karena ia merupakan bagian dari anugerah Allah Ta‟ala. Salah satu bentuk penjagaan itu adalah dengan tidak berjalan ke tempat-tempat maksiat (dalam bahasa gurindam di sini adalah berjalan yang membawa rugi). Dengan begitu kelak termasuk orang yang mensyukuri nikmat. Dari Abu Sa‟id Sa‟d bin Malik bin Sinan Al Khudry ra. bahwasanya Nabi Saw. bersabda: Pada zaman dahulu ada seseorang yang telah membunuh 99 orang, kemudian ia mencari-cari orang yang paling alim di negeri itu maka ia ditunjukkan pada seorang pendeta, ia pun lantas datang kepada sang pendeta dan menceriterakan bahwasanya ia telah membunuh 99 orang maka apakah masih bisa diterima taubatnya, kemudian sanag pendeta itu mengatakan bahwa taubatnya tidak akan bisa diterima. Lantas orang itu membunuh sang pendera tadi. Maka genaplah sudah orang yang dibunuhnya sebanyak 100 orang. Ia mencari-cari lagi orang yang paling alim di negeri itu maka ia ditunjukkan pada seseorang yang sangat alim, kemudian ia menceriterakan bahwa ia telah membunuh seratus orang maka apakah masih bisa diterima taubatnya, orang yang sangat alim itu menjawab: Ya, masih bisa; siapakah yang akan menghalanginya untuk bertaubat? Pergilah ke daerah sana karena penduduk daerah sana itu sama menyembah kepada Allah Ta‟ala maka sembahlah Allah bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke kampung halamanmu karena perkampunganmu adalah daerah hitam. Maka pergilah orang itu, setelah menempuh jarak kira-kira setengah perjalanan maka matilah ia. Kemudian bertengkarlah malaikat rahmat dan malaikat siksa. Malaikat rahmat berkata: Ia telah berangkat untuk benar-benar bertaubat dan menyerahkan dirinya dengan sepenuh hati kepada Allah Ta‟ala. Malaikat siksa berkata: Sesungguhnya ia belum berbuat kebaikan sedikitpun. Lantas datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia, maka kedua malaikat itu menjadikannya sebagai hakim, maka berkatalah malaikat yang dalam bentuk manusia itu: Ukurlah olehmu dua daerah itu maka kepala daerah yang lebih dekat itulah ketentuan nasibnya. Mereka mengukurnya kemudian mereka mendapatkan daerah yang dituju itulah yang lebih dekat, maka orang itu dicabut nyawanya oleh malaikat rahmat (HR. Bukhari dan Muslim). Tempat bagi orang-orang yang tidak bisa menjaga kaki sebagai salah satu anggota tubuh karunia dari Allah, ia akan terkena siksa di akhirat kelak. Di dunia orang tersebut telah berbuat banyak kerugian bagia orang lain.
h. Menjaga Hati
/Hati itu kerajaan di dalam tubuh/ /Jikalau zalim segala anggauta tubuh pun rubuh/ (RAH, 3).
Hati adalah segala sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dsb) (KBBI, 2008: 487). Rasulullah Saw. bersabda dalam hadist riwayat Bukhari-Muslim, hadist nomor enam di dalam buku Hadith Empat Puluh (Terjemahan dan Syarahnya): Ketahuilah bahwa di dalam badan ada segumpal daging, apabila ia baik, baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila ia jelek, maka jeleklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah! Itulah hati. Sudah jelas di sini diterangkan bahwa hati adalah pembentuk hidup setiap anak manusia. Hati memegang peranan sangat penting di dalam urusan bergerak atau berhenti, selamat atau celaka semua berawal dari segumpal daging itu, hati. Hati yang baik menyebabkan seluruh badan baik, begitupun sebaliknya. Pendek kata, seperti ungkapan Raja Ali Haji dalam gurindamnya, hati itu kerajaan di dalam tubuh. Maka menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara kesucian hatinya karena di hatilah puncak segala sesuatu, menjadi seperti raja. Termasuk sifat-sifat tercela yang menjangkiti hati seperti yang diungkapkan di dalam bait berikutnya oleh sang penulis gurindam. Hati yang tidak bisa dijaga akan berakibat rusaknya tubuh secara jasmani berupa penyakit-penyakit dan secara jasmani berupa penyakit-penyakit hati.

4. Perilaku Baik a. Bahagia
/Jika hendak mengenal orang yang bahagia/ /Sangat memeliharakan yang sia-sia/ (RAH, 3).
Bahagia adalah keadaan atau perasaan tenang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan) (KBBI, 2008: 114). Orang yang berbahagia tidak akan menyia-nyiakan apa yang ada di hadapan dia. Dan orang yang berbahagia merupakan orang yang bersyukur atas rezeki dan anugerah yang Tuhan berikan kepada dia. Merugilah mereka yang tidak berbahagia karena nikmatnya tidak akan bertambah.
b. Mulia
/Jika hendak mengenal orang yang mulia/ /Lihatlah kepada kelakuan dia/ (RAH, 3).
Mulia adalah luhur (budi dsb); baik budi (hati dsb); tinggi (tentang kedudukan, pangkat, martabat) (KBBI, 2008: 936). Akhlak atau kelakuan seseorang yang baik cerminan kemuliaan seseorang dalam kehidupan. Seseorang yang mulia tidak mungkin melakukan kelakuan-kelakuan yang menjatuhkan kemuliaan. Salah satu bentuknya sesuai ajaran Islam: dari Ibnu Umar ra. dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. berkata: Peliharalah kehormatan Nabi Muhammad Saw. yaitu dengan memuliakan ahli baitnya (HR. Bukhari). Itulah kelakuan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang yang berperilaku mulia. Jika ingin mengecek seorang yang mulia, salah satu caranya bisa kita lihat ketika kita bertamu ke rumahnya. Apakah ia akan memuliakan tamunya ataukah tidak. Ketika seseorang melayani sang tamu hingga tamu tersebut pulang kembali. Maka merugilah mereka yang tidak bersikap mulia karena harga dirinya bisa rendah di mata orang lain.
c. Berperangai baik
/Jika hendak mengenal orang yang baik perangai/ /Lihatlah kepada ketika bercampur dengan orang ramai/ (RAH, 3).
Berperangai adalah mempunyai perangai; berkelakuan (KBBI, 2008: 1052). Baik adalah tidak jahat (tentang kelakuan, budi pekerti, keturunan, dsb) (KBBI, 2008: 118). Seseorang yang sudah jelas berperangai atau berperilaku baik, menurut Raja Ali Haji akan nampak ketika dia berada di tengah kerumunan bersama teman-temannya. Bagaimana sikap-sikap yang dia perlihatkan di tengah-tengah mereka. Allah Ta‟ala berfirman: Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran: 134). Dari Anas ra. berkata: Belum pernah saya memegang sutra baik yang tebal maupun yang tipis, yang lebih halus dari tangan Rasulullah Saw.; dan saya belum pernah mencium bau yang lebih harum dari bau Rasulullah Saw. Saya pernah menjadi pelayan Rasulullah Saw. selama sepuluh tahun, beliau sama sekali tidak pernah mengatakan hus kepada saya; begitu pula beliau tidak pernah menegur dengan ucapan kenapa kamu tidak berbuat demikian terhadap apa saja yang tidak saya kerjakan. (HR. Bukhari dan Muslim). Dari hadist ini berkolerasi dengan bagian gurindam yang sudah disebut di atas, bahwa seperti itulah akhlak Rasulullah Saw. ketika tidak sedang sendiri. Ia mampu menempatkan posisi perlakuannya pada saat-saat yang tepat, bahka ketika berada di tengah keramaian. Contoh kasus ketika sedang ingin marah di tengah keramaian. Maka ia bisa menahan diri dari melakukan hal tersebut. Ia bisa menampakkan sikap ramahnya kepada orang banyak di sekelilingnya. Beda dengan mereka yang tidak bisa bersikap seperti itu maka perangai buruknya akan merusak nuansa harmoni di keramaian tersebut.
d. Sabar
/Apabila menengar akan khabar/ /Menerimanya itu hendaklah sabar/ (RAH, 4).
Ketika mendengar suatu kabar, apapun bentuk kabar itu, maka ia yang mendapatkan kabar diharapkan bisa bersabar dalam menerima konfirmasi jelas dari kabar tersebut. Terutama bila itu kabar tidak baik.
/Daripada memuji diri hendaklah sabar/ /Biar daripada orang datangnya kabar/ (RAH, 4). Sabar adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati (KBBI, 2008: 1196). RAH mengamanatkan sifat sabar dalam segala hal, kabar apapun yang didapat, dan peristiwa apapun yang menimpanya. Di antara manzilah Iyyaka Na‟budu wa Iyyaka Nasta‟iin ialah manzilah sabar. Imam Ahmad ra. berkata, Sabar disebutkan di dalam alquran sebanyak 94. Sabar itu wajib menurut kesepakatan ummat Islam, karena merupakan separuh iman, sebab iman ada dua bagian: yang separuh berupa sabar dan separuhnya lagi berupa syukur. Di dalam alquran sabar ada 16 konteks. Pertama: perintah untuk bersabar. Seperti firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, minta tolonglah kamu dengan sabar dan shalat (al-Baqarah: 153). Konteks serupa terdapat pula dalam QS. Ali Imran: 200, QS. An-Nahl: 127. Kedua: larangan terhadap kebalikannya. Sebagaimana firman Allah: Maka bersabarlah kamu sebagaimana orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar, dan janganlah kamu minta disegerakan (adzab) bagi mereka (al-Ahqaf: 35). Terdapat pula dalam QS. al-Anfaal: 15. QS. Muhammad: 33, QS. Ali Imran: 139. Ketiga: pujian terhadap orang-orang yang sabar. Firman Allah: …yaitu orang-orang yang sabar dan orang-orang yang benar… (QS. Ali Imran: 17). Ayat lainnya: QS. al-Baqarah: 177, QS. Ali Imran: 146. Kelima: sambutan Allah untuk menyertai orang-orang yang sabar, suatu kesetaraan khusus, yang mengandung arti menjaga, memelihara, melindungi, menolong, dan membantu mereka. Bukan kesetaraan umum, yaitu kesetaraan pengetahuan dan peliputan-Nya. Firman Allah: Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (al-Anfaal: 46), ayat senada terdapat dalam QS. al-Baqarah: 249; dan QS. al-Anfaal: 66). Keenam: pemberitahuan dari Allah bahwa sabar sangat baik bagi para pelakunya, sebagaimana firman Allah: Dan jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar (QS. an-Nahl: 126) dan QS. an-Nisaa‟: 25) Ketujuh: pembalasan yang lebih baik bagi mereka daripada apa yang mereka kerjakan, seperti firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. an-Nahl: 96). Kedelapan: Allah akan memberikan balasan kepada mereka tanpa perhitungan, seperti firman-Nya: Hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (QS. Az-Zumar: 10). Kesembilan: pemberian kabar gembira secara mutlak kepada orang yang sabar, seperti firman Allah: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah: 155). Kesepuluh: jaminan pertolongan dan bantuan kepada mereka. Firman Allah: Ya, jika kamu bersabar dan bertaqwa, dan mereka datang kepadamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda (QS. Ali Imran: 125). Nabi Saw. bersabda: Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran. Kesebelas: pemberitahuan dari Allah bahwa orang yang sabar adalah orang yang mendapatkan keutamaan. Firman-Nya: Dan orang-orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan (QS. asy-Syuura: 43). Kedua belas: pemberitahuan dari Allah bahwa yang mendapatkan amal saleh berikut balasannya, keberuntungan yang besar hanyalah orang yang sabar. Allah berfirman: Kecelakaan yang besar bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh; dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar. (QS. al-Qashash: 80) dan di QS. Fushshilat: 35. Ketiga belas: pemberitahuan bahwa hanya orang-orang yang sabarlah yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seperti firman Allah: Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang-benderang, dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (QS. Ibrahim: 5). Terdapat juga pada QS. Saba‟: 19 dan QS. asy-Syuura: 32-33. Keempat belas: pemberitahuan bahwa kebahagiaan yang dicari dan dicintai, keselamatan dari sesuatu yang dibenci dan ditakuti, dan masuk surga, hanyalah dapat diraih dengan kesabaran. Firman Allah: Dan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. ar-Ra‟d: 23-24). Kelima belas: bahwa Allah akan mewariskan kepada orang-orang yang sabar derajat keimanan (kepemimpinan). Syaikhul Ibnu Taimiyah qaddasallahuruhahu berkata, Dengan kesabaran dan keyakinan maka keimanan di dalam agama dapat diperoleh. Kemudian beliau membacakan firman Allah: Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami (QS. as-Sajdah: 24). Keenam belas: kesabaran diiringkan dengan maqam-maqam Islam dan iman, sebagaimana Allah menggiringkan keyakinan dengan keimanan, ketaqwaan dengan tawakkal, dan syukur dengan amal saleh dan rahmat. Maka kedudukan sabar terhadap iman adalah seperti kedudukan kepala bagi tubuh. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar. Umar bin Khaththab ra. berkata: Sebaik-baik kehidupan kami peroleh dengan kesabaran (al- Jauziah, 1972: 403-406). Janganlah menjadi orang yang merugi besar karena keimanan pupus akibat ketidaksabaran, orang-orang yang tidak bertawakkal kepada Allah Swt. Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu‟min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya (HR. Muslim).
e. Bekerja dengan Benar
/Apabila pekerjaan yang amat besar/ /Tiada boleh orang berbuat onar/ (RAH, 4).
Pada suatu pekerjaan besar tidaklah boleh ada orang berbuat onar terhadap pekerjaan tersebut, dalam artian lakukan pekerjaan besar itu dengan sebaik-baiknya. Jangan ada seorangpun yang hendak menghancurkan pekerjaan tersebut. Bekerja Allah wajibkan semenjak nabi Adam Alaihi Salam sampai nabi Muhammmad Saw. Perintah ini berlaku kepada semua orang tanpa membeda-bedakan pangkat, status dan jabatan seseorang. Al-Qur‟an dan Sunnah pun mengungkapkan perintah tentang kewajiban bekerja. Tetapi pekerjaan yang dikerjakan itu bukanlah pekerjaan yang merusak. Kami telah menjadikan untukmu semua didalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan (bekerja); Tetapi sedikit sekali diantaramu yang bersyukur (QS. Araf : 10)
f. Ramah
/Hendak ramai/ /Murahkan perangai/ (RAH, 5).
Salah satu perangai baik yang disampaikan dalam GDB adalah ramah. Ramah adalah baik hati dan menarik budi bahasanya; manis tutur kata dan sikapnya; suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan (KBBI, 2008: 1136). Ketika seseorang ingin mendapatkan suatu keramaian atau kawan banyak maka ia harus memiliki sifat ramah atau perangai yang murah atau budi pekerti yang baik. Maka di situlah rasa keramaian didapat karena banyaknya teman. Tidak ada sesuatu yang lebih memperberat timbangan pahala kebaikan (pada Hari Kiamat) kecuali budi pekerti (akhlak) yang baik (HR. Abu Daud). Sayangnya mereka yang tidak memiliki perangai yang ramah, baik hati, dan perangai baik lainnya juga pasti akan sulit mendapatkan kawan yang banyak. Jaringan persahabatan pun sempit.
g. Hemat
/Adapun orang tahu yang hemat/ /Syaitan tak suka membuat sahabat/ (RAH, 5).
Orang-orang yang senang berhemat berarti ia tidak suka menghambur-hamburkan uang. Setan sangat tidak suka dengan sikap seperti ini, maka si setan tidak sudi bersahabat dengan orang hemat. Sikap tidak hemat akan membuat kekuatan finansial manusia menjadi lemah, karena uang yang dimiliki banyak digunakan untuk keperluan yang terhitung tidak penting. Termasuk soal waktu yang akan terbuang sia-sia ketika dihabiskan tanpa kemanfaatan berjalannya waktu tersebut. Setan pun bergembira.
h. Menutup Aib Orang Lain
/Keaiban orang jangan dibuka/ /Keaiban diri hendaklah sangka/ (RAH, 4).
Agama memerintahkan kita untuk menutup aib saudara mereka sendiri, dan soal aib diri sendiri sesungguhnya bisa kita ketahui sendiri dan bisa menjadi sarana mengintropreksi diri sendiri. Ketika kita menutup aib orang lain maka Allah akan menutup aib kita kelak. Ketika aib orang lain malah diumbar-umbar maka besok ketika di akhirat Allah akan membuka aib si pembuka aib orang lain itu di hadapan seluruh mahkluk ciptaan-Nya.

i. Bijak Mendengarkan Aduan
/Apabila menengar akan aduan/ /Membicarakannya itu hendaklah cemburuan/ (RAH, 4).
Semua perilaku buruk dari mulut itu harus diwaspadai. RAH tidak lupa menyelipkan pesan bagaimana perilaku mulut yang seharusnya. Di sini RAH berpesan aduan bentuk apapun yang kita dengarkan dari orang lain. Hendaknya jika ingin membicarakannya kembali atau membahasnya perlulah berhati-hati atau berjaga-jaga kebenaran dari aduan tersebut. Akibat bila tidak berhati-hati dalam membicarakannya khawatir akan timbul fitnah.
j. Berkata Lembut
/Apabila perkataannya lembut/ /Lekaslah sekalian orang mengikut/ (RAH, 4).
Bagian akhir tulisan RAH mengenai lisan, ia berpesan agar lisan itu dipakai untuk berkata-kata lembut. Perkataan yang lembut dapat membuat setiap orang yang mendengarnya bersedia menerima perkataan-perkataan tersebut dan siap mengikuti pesan yang disampaikan tersebut. Sedang perkataan yang tidak lembut akan mengakibatkan orang lain tidak bersedia mendengarkan, bahkan tidak akan menuruti perkataan Anda.
k. Kurangi Tidur
/Apabila orang banyak tidur/ /Sia-sia sajalah umur/ (RAH, 4).
Tidur adalah dalam keadaan berhenti (mengaso) badan dan kesadarannya (biasanya dengan memejankan mata) (KBBI, 2008: 1460). Dari pengertian tersebut dapat dipahami bersama bahwa orang yang banyak tidur itu seperti orang yang sering dalam keadaan mati. Ada lima hal yang merusak hati seperti yang dikatakan oleh Syaikh al-Harawi, Banyak bergaul, suka berangan-angan, bergantung kepada selain Allah, banyak makan, banyak tidur. Banyak tidur dapat mematikan hati, menjadikan badan berat (loyo), menyia-nyiakan waktu, dan banyak menimbulkan kelalaian dan kemalasan. Tidur ada yang sangat tidak disukai, ada pula yang membahayakan dan tidak memberi manfaat kepada tubuh. Tidur yang paling bermanfaat ialah tidur yang dilakukan ketika sangat diperlukan, dan tidur pada separuh malam pertama dan seperenam malam akhir adalah lebih terpuji. Tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur setelah matahari terbenam hingga habis Isya. Tidur pada waktu tersebut termasuk makruh menurut hukum Islam dan tidak disukai dalam tradisi. Banyak tidur menimbulkan bermacam-macam bahaya, maka tidak tidur dan banyak bergadang pun menimbulkan berbagai bahaya lain seperti kondisi fisik menjadi jelek dan kering, jiwa tidak stabil, menyebabkan keringnya bagian-bagian tubuh yang basah yang sangat membantu untuk memahami dan bekerja, dan menimbulkan berbagai macam penyakit yang membahayakan, serta tidak memberikan manfaat bagi pelaku baik terhadap hati maupun fisiknya (Al-Jauziah, 1972: 114, 120-121). Banyak tidur menunjukkan ketidakproduktifan, menyia-nyiakan usia karena dengan tidur jatah usia semakin cepat berkurang. Apabila ia tidur sesuai sunnah Rasul, atau sebagaimana lama tidurnya tokoh-tokoh besar, yaitu sekitar 4 jam, maka akan banyak sekali hal-hal produktif yang bisa dilakukannya.
l. Sadar Kesalahan Sendiri (Taubat)
/Dimana tahu salah diri/ /Jika tidak orang lain yang berperi/ (RAH, 3).
Salah adalah tidak benar, keliru, khilaf (KBBI, 2008: 1206). Ketika orang lain memberitahukan kesalahan yang kita lakukan, sudah semestinya hal itu membuat kita lebih sadar di mana persisnya letak kesalahan kita itu, seperti petuah yang disampaikan RAH. Para ulama mengatakan bahwa taubat dari perbuatan dosa adalah wajib. Apabila perbuatan dosa itu tidak menyangkut dengan sesama manusia maksudnya hanya dosa antara seseorang dengan Allah Ta‟ala maka harus memenuhi tiga syarat yaitu: a) menghentikan perbuatan dosa itu b) menyesal atas perbuatan itu c) berketetapan hati untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa itu selama-lamanya. Apabila tidak memenuhi tiga persyaratan itu maka tidak akan diterima taubatnya. Dan apabila perbuatan dosa itu menyangkut dengan sesama manusia maka harus memenuhi empat syarat yaitu tiga syarat seperti yang tersebut di atas ditambah dengan satu syarat yaitu harus menyelesaikan urusannya itu kepada yang bersangkutan. Jika ada kaitannya dengan harta atau yang serupa maka ia harus mengembalikannya. Jika itu ada kaitannya dengan sumpah, tuduhan dan yang serupa maka ia harus minta maaf. Dan jika itu ada kaitannya dengan umpat-mengumpat maka ia harus minta dihalalkannya. Seseorang yang berbuat dosa harus segera bertaubat, bila ia bertaubat hanya dari sebagian dari dosa saja maka yang diampuni juga hanya sebagian dari dosanya saja dan dosa yang lain masih tetap (tidak diampuni). Allah Ta‟ala berfirman: Bertaubatlah kamu semuanya kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kamu sekalian berbahagia. (QS. An-Nuur: 31). Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al Anshary pembantu Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah itu lebih gembira untuk menerima taubat hamba-Nya, melebihi dari kegembiraan seseorang di antara kamu sekalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di tengah-tengah padang sahara. (HR. Bukhari Muslim) (Shabir, 2004: 9-10).
m. Menghormati Majelis
/Hendak dimulai/ /Jangan melalui/ (RAH, 5).
Jika kita berada dalam suatu majelis, hendaknya tidak mendahului. Dalam artian hormatilah keberlangsungan acara dalam majelis, jangan mendahului orang atau pihak-pihak yang seharusnya berbicara lebih dahulu. Tunggulah saat untuk berbicara. segala sesuatu perlu awal untuk dimulai. Perlu diketahui bahwa bergaul dengan sesama manusia dengan ketentuan yang telah ada adalah perbuatan yang dilaksanakan oleh Rasulullah Saw., para nabi yang lain, Khulafaur Rasyidin, sahabat-sahabat yang lain, tabi‟in, ulama dan tokoh-tokoh agama sesudah tabi‟in, ulama dan tokoh-tokoh agama sesudah tabi‟in. Perbuatan sangat sering dilaksanakan oleh para tabi‟in dan ulama sesudahnya, begitu pula Imam Syafi‟i, Imam Ahmad dan ahli-ahli fiqih yang lain. Semoga Allah memberi keridhaan kepada mereka. Allah Ta‟ala berfirman: Tolong-menolonglah kamu sekalian dalam mengerjakan kebajikan dan takwa (QS. Al-Maidah: 2). Jangan sampai mengganggu khidmatnya majelis karena akan sangat mengusik orang lain.
n. Amanat
/Hendak memegang amanat/ /Buanglah khianat/ (RAH, 5).
Amanat adalah pesan; perintah (dari atas) (KBBI, 2008: 47). Sesuai dengan ajaran Islam maka sudah seharusnyalah seseorang yang akan memegang amanah untuk membuang sifat khianatnya. Sudah banyak sekali bukti orang-orang yang diberi amanah dan mengkhianati amanah yang diberikan kepadanya. Allah berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya (QS. An-Nisa‟: 58). sejalan dengan hadits dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Tanda orang munafik itu ada tiga yaitu: Bila berkata ia berdusta, bila berjanji ia menyelisihi, dan bila dipercaya ia berkhianat (HR. Bukhari dan Muslim). Berikut adalah hadist: laksanakanlah amanat (kewajiban) pada orang yang mempercayakan diri padamu, dan janganlah berkhianat (menipu) pada orang yang menipumu (HR. Tirmidzi). Orang yang tidak amanat tidak akan diberi kepercayaan kembali oleh orang lain karena ia tidak bisa menunaikan amanah yang sebelumnya telah diberikan kepadanya. o. Menyembunyikan kejahatan dan Mendiamkan Kebaikan Diri
/Kejahatan diri sembunyikan/ /Kebaikan diri diamkan/ (RAH, 4).
Bila kita pernah berbuat tidak baik, maka bertaubat dan sembunyikanlah kejahatan tersebut. Tidak perlu diungkit kembali jika malah membawa ketidakmanfaatan. Berbuat baiklah sebanyak mungkin namun tidak perlu berbicara bahwa kita sudah banyak berbuat baik. Sangat dikhawatirkan ketika membicarakannya akan membuat diri menjadi riya‟ dan sombong. Biarkan hanya diri sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.

5. Perilaku Buruk a. Dengki
/Apabila dengki sudah bernanah/ /Datanglah daripadanya anak panah/ (RAH, 3).
Dengki adalah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain (KBBI, 2008: 312). Suatu sifat dengki yang sudah mengakar, seperti sebuah luka yang bernanah berakibat sangat berbahaya sekali. Dari dalam dirinya akan penyakit-penyakit lain yang menggerogoti hati. Penyakit-penyakit itu datang bagaikan anak panah. Rasulullah saw. bersabda, Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar. (HR. Abu Daud). Sesungguhnya merugilah pendengki itu, karena apa yang ia lakukan akan berdampak seperti anak panah yang kembali diarahkan kepadanya. Dengki merupakan salah satu penyakit hati. Dosa dari penyakit hati ini bisa mengubah hati, dari sehat dan lurus menjadi sakit dan runtuh. Karena dosa, hati akan tetap sakit dan payah. Barangsiapa yang mencegah dirinya dari hawa nafsu, maka surgalah yang akan menjadi tempatnya. Demikian pula hatinya (al-Jauzi, 2005: 111).
b. Tidak Menutup Aib Orang Lain
/Tanda orang yang amat celaka/ /Aib dirinya tiada ia sangka/ (RAH, 3).
Aib adalah cela; noda; salah; keliru (KBBI, 2008: 20). Ungkapan RAH di atas bermakna bahwa seseorang yang tergolong sangat celaka adalah dia yang tidak bisa menutup aib saudaranya, maka Allah pun tidak akan menutup aib dirinya. Rasulullah Saw, bersabda: Siapa yg melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yg sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan dari satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yg memudahkan orang yg sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkan di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yg menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aib di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya. Siapa yang tidak ingin aibnya sendiri ditutup, terutama saat di akhirat kelak? Hadits tersebut tepat sekali pengungkapannya di dalam gurindam dua belas. Sederhana, mudah dicerna, dan mengena. Maka tidak boleh mengumbar aib orang lain kecuali kondisi yang bersyarat mengharuskannya, agar Allah pun menutup aib kita di dunia dan di akhirat.
c. Bakhil
/Bakhil jangan diberi singgah/ /Itulah perompak yang amat gagah/ (RAH, 3).
Bakhil adalah kikir; lokek; pelit (KBBI, 2008: 122). Seorang yang bakhil atau kikir adalah seorang yang rugi besar. RAH mengibaratkannya sebagai seorang perompak harta karena tidak mau membelanjakan hartanya sesuai yang telah Allah perintahkan di dalam Alquran. Bahkan untuk melaksanakan ibadah zakat pun ia enggan. Katakanlah: Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya. Dan adalah manusia itu sangat kikir (QS. Al Israa‟:100). Ada pula hadits yang berbunyi: dari Jabir ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Takutlah kamu sekalian akan zhalim karena sesungguhnya kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat, dan takutlah kamu sekalian akan kikir karena sesungguhnya kekikiran itu telah membinasakan orang-orang yang sebelum kamu di mana mereka terdorong untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa yang telah diharamkan (HR. Muslim).
d. Berbuat kasar
/Barangsiapa yang sudah besar/ /Janganlah kelakuannya membuat kasar/ (RAH, 3).
Kasar adalah bertingkah laku tidak lemah lembut (KBBI, 2008: 630). Rasulullah dengan keluhuran akhlaknya mengajarkan dan mencontohkan suatu akhlak yang baik. Beliaulah yang patut dijadikan contoh sebagai seorang dewasa yang tidak berkelakuan kasar kecuali kepada orang kafir, pribadinya begitu mempesona di tengah keadaan masyarakat yang masih jahiliyah. Berbuat kasar mengakibatkan si pelaku semakin jauh dari rahmat Allah. Padahal Allah memerintahkan untuk menebarkan kasih sayang kepada seluruh mahkluk ciptaan-Nya. Pesan RAH di atas sejalan dengan apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Firman Allah swt berfirman, Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir. (QS. Al Fath:29).
e. Takabur (Sombong)
/Pekerjaan takabur jangan direpi/ /Sebelum mati didapatkan juga sepi/ (RAH, 3).
Sombong adalah selendang bagi Allah, mutlak milik Allah. Tidak ada tempat untuk sombong bagi hamba-hamba-Nya. Akhlak yang tidak terpuji ini sudah jelas tidak ada orang yang suka. Itulah makna yang hendak disampaikan oleh RAH. Firman Allah: Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para Malaikat: sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis ; Ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir (Q.S. Al Baqarah : 34). Selain itu ada pula hadits yang berkata mengenai sifat sombong ini: Jika seorang berkata karena sombong. Celakalah manusia. Maka ia akan menjadi paling binasa (HR. Muslim). Ingatkah dengan kisah Qarun yang merasa bahwa dirinya diberi harta karena ilmu yang dimilikinya itu. Kemudian Allah menghendaki kebinasaan bagi Qarun. Orang sombong, selain sangat tidak disukai Allah, manusia pun tidak menyukainya. Ini suatu penyakit hati terlalu bangga diri sendiri hingga lupa akan Sang Pencipta.
f. Berlebihan Suka
/Apabila banyak berlebih-lebihan suka/ /Itulah tanda hampirkan duka/ (RAH, 4).
Menyukai sesuatu dengan sekadarnya merupakan suatu perbuatan baik yang menjadi pesan RAH kepada pembaca GDB. Tersirat jelas bagaimana sikap berlebihan dalam menyukai sesuatu menjadi alasan hadirnya sesuatu yang lebih buruk lagi. Rasulullah pun pernah mengingatkan pengikutnya untuk tidak berlebihan dalam segala hal, termasuk dalam hal menyukai segala sesuatu. Karena bisa jadi sesuatu yang terlalu kita sukai itu adalah tidak baik bagi kita, dan ternyata sesuatu yang tidak kita sukai adalah baik bagi kita.
g. Kurang Siasat
/Apabila kita kurang siasat/ /Itulah tanda pekerjaan hendak sesat/ (RAH, 4).
Suatu pekerjaan dalam pelaksanaannya butuh siasat atau strategi. Jika pekerjaan tersebut tidak dengan siasat atau kurang siasat, maka (meminjam istilah Raja Ali Haji dalam gurindamnya) itulah pekerjaan yang hendak sesat dan tidak ada arahan jelas hendak ke mana.
h. Berkata Kasar
/Apabila yang amat kasar/ /Lekaslah sekalian orang yang gusar/ (RAH, 4).
Sikap kasar seseorang dapat membuat kegusaran atau keresahan pada orang-orang di sekelilingnya. Artinya perbuatan ini amat merugikan. Perilaku ini tidak termasuk perilaku baik seperti yang pada bagian-bagian isi naskah GDB yang sudah dibahas sebelumnya. Firman Allah Swt: Apabila kamu diberi penghormatan dengan salam penghormatan maka balaslah dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang sebanding. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu (QS. An Nisa: 86).
i. Merasa Benar Sendiri
/Lidah yang suka membenarkan dirinya/ /Daripada yang lain dapat kesalahannya/ (RAH, 4).
Ada orang yang merasa dirinya paling benar, paling baik daripada orang lain. Akhlak seperti ini termasuk ke dalam perilaku tidak bisa menjaga lisan dengan baik.
j. Berkata Kotor
/Barangsiapa yang perkataannya kotor/ /Mulutnya umpama ketur/ (RAH, 3).
Perkara lainnya lagi adalah berkata kotor. Pengertian kotor adalah melanggar kesusilaan; tidak patut, keji (KBBI, 2008: 738). Berarti berkata kotor adalah mengucapkan kata-kata yang melanggar kesusilaan. Seseorang yang berkata kotor tidak mencerminkan akhlak yang semestinya dimiliki oleh seorang muslim. Maka ia seperti ketur, kata Raja Ali Haji. Ketur dalam Kamus Dewan bermakna tempat ludah. RAH memahami betul bahwa kita diharuskan berkata yang baik-baik, sejalan dengan hadits Nabi, dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Nabi Muhammad saw. bersabda, kata-kata yang baik itu adalah sedekah (HR. Bukhari Muslim).

k. Mengumpat dan Sebaliknya
/Mengumpat dan memuji hendaklah pikir/ /Di situlah orang yang tergelincir/ (RAH, 3).
Kebiasaan buruk lisan lainnya adalah mengumpat. Mengumpat adalah mengeluarkan umpat(an); memburuk-burukkan orang; mengeluarkan kata-kata keji (kotor) karena marah (jengkel, kecewa, dsb) (KBBI, 2008: 1526). Sifat kebalikannya yang disebut RAH di dalam GDB adalah memuji. Memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu (yang dianggap baik, indah, gagah berani, dsb) (KBBI, 2008: 1112). Ketika seseorang mengumpat, pada akhirnya banyak pula yang tergelincir akibat umpatannya sendiri. Dan tak jauh beda dengan memuji. Pikirkan baik-baik dahulu apa yang akan dilakukan. Berkata Anas bin Malik RA: Tidak pernah Rasulullah SAW melakukan perbuatan keji, tidak pula kotor lidah (suka mengutuk), dan tidak pula mencaci-maki. Ketika seseorang mencela beliau sebagai orang yang kotor‟ (berdebu karena banyak sujud), beliau hanya mengatakan: apa yang dia miliki? (HR. Bukhari). Ada lagi sebuah hadits yang mengisyaratkan pentingnya memuji, meski itu hanya berupa makanan: dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah Saw. sama sekali tidak pernah mencela makanan. Bila beliau suka maka beliau memakannya, dan bila tidak suka maka beliau meninggalkannya (HR. Bukhari dan Muslim).
l. Sikap Marah /Pekerjaan marah jangan dibela/ /Nanti hilang akal di kepala/ (RAH, 3). RAH menulis: /Hendak marah/ /Dahulukan hujjah/ (RAH, 5). Satu perangai buruk lagi yang dibahas di dalam GDB adalah sifat marah. Marah adalah sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dsb); berang; gusar (KBBI, 2008: 878). Nabi Saw. bersabda: bukankah orang yang kuat itu (dinilai) dengan (kekuatan) dalam pergelutan, sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah (HR.Bukhari). Siapapun yang hendak marah, sebaiknya ditahan dulu marah itu. Cari alasan (hujjah) sebanyak-banyaknya yang pada akhirnya menjadi bukti kuat bahwa marah tidaklah lebih baik dan tidak menyelesaikan masalah. Dalam sebuah hadis, riwayat Abu Daud disebutkan: Barangsiapa yang menahan kemarahan, padahal dia sanggup untuk melepaskan kemarahan itu, maka Allah akan memenuhi hati orang itu berupa keamanan dan keimanan (HR. Abu Daud). Kita semua sama-sama memahami bahwa untuk marah itu membutuhkan energi lebih besar dibandingkan bila kita berusaha untuk meredam emosi. Dengan tidak marah kita telah menyelamatkan banyak hal dan orang-orang di sekitar kita. Tidak jadilah hilang akal ketika marah (berbicara tidak jelas arahannya dan berisi caci-maki semua). Marah memang tidak lebih baik! Sebaik-baik marah adalah seperti yang terungkap di dalam hadist berikut: dari Aisyah ra. bahwasanya orang-orang Quraisy ingin mempertimbangkan keadaan seorang perempuan yang harus dipotong anggota badannya karena ia mencuri, kemudian mereka berkata: Siapa yang harus menyampaikan masalah ini kepada beliau selain Usamah bin Zaid kekasih Rasulullah Saw. Maka Usamah menyampaikan masalah ini kepada beliau, kemudian Rasulullah Saw. bertanya: Apakah kamu akan melindungi orang yang terkena salah satu dari hukuman-hukuman Allah Ta‟ala? Beliau lantas berdiri dan berpidato, di mana beliau bersabda: Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu sekalian yaitu bila ada seorang yang terpandang di antara mereka itu mencuri maka mereka membiarkan, tetapi bila yang mencuri itu orang yang lemah maka mereka melaksanakan hukuman. Demi Allah seandainya Fatimah putri Muhammad itu mencuri niscaya aku memotong tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
m. Berbuat Bohong
/Jika sedikitpun berbuat bohong/ /Boleh diumpamakan mulutnya pekong/ (RAH, 3). /Apabila banyak berkata-kata/ /Di situlah jalan masuknya dusta/ (RAH, 4).
Perilaku buruk mulut yang juga berbahaya adalah berbohong atau berdusta. Bohong adalah tidak sesuai dengan hal (keadaan dsb) yang sebenarnya; dusta (KBBI, 2008: 203). Bohong itu sama dengan dusta, dan biasanya sekali saja seseorang sudah berbohong ia akan ketagihan untuk mengulanginya kembali. Dan RAH menyarankan secara tidak langsung agar tidak banyak mengeluarkan kata-kata yang tidak perlu. Seorang muslim harus memiliki salah satu sifat terpuji ini, yaitu tidak berbohong agar mulutnya tidak seakan-akan seperti berpenyakit kulit yang sangat buruk. Berbohong itu dilarang dalam Islam, sesuai dengan Q.S. Al-Hajj: 30 yang artinya: Dan hendaklah kalian menjauhi perkataan-perkataan dusta.
n. Mencela Orang
/Apabila banyak mencela orang/ /Itulah tanda dirinya kurang/ (RAH, 4).
Cela (mencela) adalah mengatakan bahwa ada celanya; mencacat; mengecam; mengkritik; menghina (KBBI, 2008: 253). Orang yang suka mencela orang lain, sungguh dia mengalami kerugian besar. Di situlah sesungguhnya terlihat jelas kekurangan dari lisan orang yang mencela itu.
o. Khianat
/Barangsiapa khianat akan dirinya/ /Apalagi kepada lainnya/ (RAH, 4).
Lawan dari sifat amanat adalah khianat. Khianat adalah perbuatan yang tidak setia; perbuatan yang bertentangan dengan janji (KBBI, 2008: 693). Sangat jelas akan merugi orang yang berkhianat kepada diri sendiri, terlebih juga demikian kepada orang lain. RAH mengingatkan bahwa diri kita sendiri pun adalah amanah dari Allah. Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (Al-Anfaal: 27). Ketika amanah-amanah yang sudah dipercayakan kepada kita dikhianati begitu saja, sedang kita mengetahui hal itu, maka tunggulah keputusan dari Allah.
p. Aniaya
/Kepada dirinya ia aniaya/ /Orang itu jangan engkau percaya/ (RAH, 4).
Sifat lain yang bertolak belakang dengan amanat adalah aniaya. Aniaya adalah perbuatan bengis (seperti penyiksaan, penindasan) (KBBI, 2008: 70). Jangan pernah sekalipun memberikan kepercayaan atau amanah kepada orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri. Sudah jelas karena dia pun akan aniaya kepada hal-hal yang lain bila kepada dirinya sendiri saja sudah seperti itu. Tidak ada yang mengkhendaki perbuatan buruk semacam ini.
q. Pamer
/Orang yang suka menampakkan jasa/ /Setengah daripada syirik mengaku kuasa/ (RAH, 4).
Orang yang suka menampakkan jasa atau dalam bahasa sekarang berarti orang yang suka pamer. Jika sifat seperti ini tidak segera diperbaiki maka hal itu akan menimbulkan kesombongan beserta sifat-sifat buruk lainnya di dalam hati.
r. Perangai Buruk Setan
/Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan/ /Bukannya manusia yaitulah syaitan/ (RAH, 5).
Siapapun yang berbuat pekerjaan yang tidak baik, lalu menyadari bahwa memang itu perbuatan tidak baik. Sayangnya, ia tetap saja bergelut dan mengerjakan pekerjaan tersebut sehingga ia seperti orang yang masuk ke dalam golongan setan. Setan adalah makhluk yang pekerjaannya melakukan pekerjaan tidak baik.
/Kejahatan seorang perempuan tua/ /Itulah iblis punya punggawa/ (RAH, 5).
Seseorang yang sudah beranjak tua dan masih gemar berbuat buruk, ia sudah memiliki pengawal atau bersahabat baik dengan setan. Orang ini sudah tidak bisa melepaskan diri dari perbuatan buruknya dan setan telah dipilihnya menjadi guru spiritual utamanya.
/Kepada segala hamba-hamba raja/ /Di situlah syaitan tempatnya manja/ (RAH, 5).
Setan akan sangat senang dan sudi bermanja-manja kepada mereka yang menjadikan setan sebagai pemimpin mereka. Salah satunya kepada abdi-abdi negara.
/Kebanyakan orang yang muda-muda/ /Di situlah syaitan tempat bergoda/ (RAH, 5). /Perkumpulan laki-laki dan perempuan/ /Di situlah syaitan punya jamuan/ (RAH, 5).
Sudah banyak anak-anak muda yang menyia-nyiakan masa mudanya. Mereka menganggap masa muda adalah waktunya untuk bersenang-senang atau berfoya-foya, budaya hedonis. Setan beraksi di antara mereka, menjerumuskan mereka sampai sedalam-dalamnya. Ada laki-laki dan perempuan bukan mahrom yang berdua-duaan dan yang ketiga di antara mereka adalah setan. Setan akan memberikan pelayanan terbaiknya kepada kedua orang tersebut. Inilah perbuatan yang Allah larang di dalam Alquran tapi sangat disenangi oleh setan.

6. Mencari Keluarga
/Cari olehmu akan isteri/ /Yang boleh ia menyerahkan diri/ (RAH, 3). /Dengan isteri dan gundik janganlah alpa/ /Supaya kemaluan jangan menerpa/ (RAH, 5).
Istri adalah wanita (perempuan) yang telah menikah atau yang bersuami (KBBI, 2008: 552). Istri yang mau menyerahkan diri di sini adalah istri yang mau bekerjasama dengan suami menjaga benteng yang mereka bangun. Maka pembentukan pribadi muslimah harus menjadi prioritas dan perhatian utama demi terwujudnya rumah tangga muslim yang ideal. Sebaik-baik pertimbangan untuk menikahi wanita adalah karena keberagamaan, keshalihatan, ketakwaan, dan kepatuhannya kepada Allah. Inilah penenang jiwa yang sesungguhnya. Dirinya, harta suami, anak-anaknya akan terpelihara dengan baik. Anak-anak disuapi makanan, dan dibimbing keimanannya, diberi minum ASI dan diajarkan kemuliaan. Rumah tangga adalah benteng pertahanan akidah. Maka, benteng itu harus kokoh dari dalam. Setiap individu berjaga-jaga pada posisinya masing-masing. Jika tidak, benteng itu akan mudah dibobol. Setiap mukmin wajib mengamankan bentengnya masing-masing dari dalam. Di situ nampak begitu pentingnya kehadiran seorang istri shalihah yang kelak akan menjadi seorang ibu. Seorang ayah shalih tidak akan mampu sendirian mengamankan bentengnya. Oleh karena itu Rasulullah Saw. berpesan: Pilihlah (calon istri) untuk menyemai benih (keturunanmu) karena wanita itu akan melahirkan anak menyerupai saudara-saudaranya! Rasulullah saw. juga bersabda, Pilihlah untuk (meletakkan) benih (keturunan)-mu pada tempat-tempat yang baik (shalihah)! (Dari Aisyah, diriwayatkan oleh Daruquthni) (Suwaid, 2004: 9-10). Istri adalah pakaian bagi suami, dan suami pun pakaian bagi istri. Maka pergauilah atau perlakukan istri dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan pesan dalam mencari seorang istri, RAH mengungkapkan secara singkat bagaimana dengan istri semacam itu anak akan terdidik dengan baik.
/Apabila anak tiada dilatih/ /Jika besar bapanya letih/ (RAH, 4). /Dengan anak janganlah lalai/ /Supaya boleh naik ke tengah balai/ (RAH, 5).
Anak-anak merupakan anugerah Allah kepada manusia. Kehadiran mereka dapat menjadi pendamai hati dan pelipur lara. Sikap tidak sopan seorang anak ketika si anak sudah dewasa akan membuat bapaknya letih karena si anak sudah terbentuk jiwa seperti itu. Anak itu bagaikan bunga dalam kehidupan dunia. Pasangan suami istri yang telah memiliki anak berkewajiban untuk melatih (mendidik) anaknya. Jika orang tua tersebut tidak menjalani atau kurang dalam menjalani kewajibannya itu maka janganlah heran bila anak sudah besar sang bapak akan letih meladeni kelakuan anaknya itu. Seorang anak yang memiliki akhlak baik akan membawa orangtuanya kepada kedudukan yang baik pula. Allah menegaskan dalam firman-Nya: Dihiasi dalam diri manusia rasa kecintaan yang besar terhadap wanita, anak-anak, harta benda yang banyak berupa emas dan perak, kuda terlatih, binatang ternak dan tanah ladang. Itulah perhiasan dalam kehidupan dunia. Dan Allah adalah sebaik-baiknya tempat kembali (QS. Ali Imran: 14). Hal senada terdapat dalam QS. Al-Kahfi: 46). Pada sisi lain anak merupakan fitnah, bahkan musuh bagi orang tua. Jika tidak hati-hati dan baik dalam mendidik mereka bisa menyebabkan penyesalan di dunia dan akhirat, seperti yang Allah sampaikan dalam QS. At-Taghabun: 28 Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya ada di antara istri-istri dan anak-anak kamu adalah musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka! Dan jika kamu memaafkan, berlapang dada dan mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun. Dalam QS. Al-Anfal: 28 Allah menyampaikan hal serupa. Solusi dari sabda Rasulullah Saw. dalam menanggulangi fitnah anak: Fitnah (ujian bagi) seseorang itu terdapat pada istri, harta, anak, dirinya dan tetangganya. Itu dapat ditanggulangi dengan berpuasa, shalat, shadaqah, melakukan amar ma‟ruf dan nahi munkar (HR. Bukhari dan Muslim dan Tirmidzi dari Hudzaifah) (Suwaid, 2004: 23-24). Syaikh Muhammad Khadhr Husain berkata: Wahai penanggungjawab anak, jika Anda lemparkan tanggung jawab pendidikan pengasuhan mereka ke tempat-tempat asuhan anak, saya khawatir Anda akan menerima siksa ganda. Siksa pedih sebab Anda membiarkan mereka yang bersih itu menjadi tercemar dan balasan setimpal akibat perlakuan Anda yang keji itu. Rasulullah pun telah meletakkan sebuah kaidah dasar yang intinya adalah bahwa seorang anak itu akan tumbuh dewasa sesuai dengan agama orang tuanya. (Suwaid, 2004: 5). Ibnu Qayyim ra. berkata: Barangsiapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dan membiarkannya begitu saja, berarti ia telah melakukan keburukan yang teramat keji. Timbulnya kerusakan dalam jiwa anak sering diakibatkan oleh orang tua mereka sendiri. Pendidikan mereka diabaikan. Pengajaran kepada mereka tentang kewajiban dan sunah-sunah agama ditinggalkan. Sewaktu kecil mereka telah disia-siakan, wajar ketika dewasa mereka menjadi orang yang tidak berguna baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang tua mereka. Akhirnya ada sebagian anak yang mencaci orang tuanya sendiri, Wahai ayah, sewaktu kecil engkau telah mendurhakaiku maka kini aku pun mendurhakaimu. Sejak dilahirkan aku telah engkau sia-siakan, kini aku pun menyia-nyiakanmu di usia tuamu. (Suwaid, 2004: 8). Anak merupakan investasi masa depan bagi setiap pasangan. Dan ketika sudah memiliki anak, maka sebagai orang tua sudah semestinya tidak melalaikan tugasnya terhadap anak. Menafkahi, mendidik dan melindungi anak dengan sebaik mungkin. Firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim: 6). /Dengan bapa janganlah durhaka/ /Supaya Allah tidak murka/ (RAH, 5). Sebuah pesan untuk tidak mendurhakai bapak. Ridha Allah ada pada ridha kedua orangtua, Ayah salah satunya. Pesan RAH, tidak sepatutnya seorang anak durhaka kepada ayahnya atau anak itu hendak merasakan murka dari Allah. Sebuah hadist berbunyi: Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meminta izin untuk jihad. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bertanya, Apakah bapak ibumu masih hidup ? orang itu menjawab, Ya maka kata Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Hendaklah kamu berbakti kepada keduanya [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim 5/2529 Abu Dawud 2529, Nasa’i, Ahmad 2/165, 188, 193, 197 dan 221].
/Dengan ibu hendaklah hormat/ /Supaya badan dapat selamat/ (RAH, 5).
RAH pun tidak melupakan kedudukan seorang ibu dalam sebuah keluarga. Hormat dan bakti kepada ibu akan menyelamatkan diri kita di akhirat kelak. Simak hadits berikut: Pada suatu hari datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk menjadi teman baikku? Rasulullah menjawab, Ibumu. Ia bertanya lagi, Siapa lagi? Rasulullah menjawab, Ibumu. Ia bertanya lagi, Kemudian ia bertanya lagi, Siapa lagi? Rasulullah menjawab, Ibumu. Kemudian siapa lagi? Baru Rasulullah Saw. menjawab, Ayahmu. Hal ini sejalan juga dengan isyarat yang disampaikan dalam QS. Luqman: 14. Surga ada di bawah telapak kaki ibu. Rasulullah begitu meminta umatnya untuk benar-benar menghormati ibunya, baru kemudian kepada ayah. Dengan cara ini seorang anak dapat selamat di negeri akherat kelak. Sebuah hadist berbunyi : Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu’awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, “Hadits Hasan”].

7. Mencari Sahabat
/Cari olehmu akan sahabat/ /Yang boleh dijadikan obat/ (RAH, 3).
Sahabat adalah kawan, teman, handai (KBBI, 2008: 1201). Menurut RAH, sahabat adalah obat. Berarti seorang sahabat bisa menjadi motivator bagi kita, mengobati hati yang terluka karena hubungan dengan sesama. Atau bahkan ketika hilang semangat hidup, dia bisa menjadi pengobat jiwa. Seperti itulah seharusnya peran seorang sahabat. Peran penting sahabat itu sendiri ada dalam firman Allah berikut ini: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta’ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. Al ‘Ashr 103:1-3).

8. Mencari Kawan
/Cari olehmu akan kawan/ /Pilih segala orang yang setiawan/ (RAH, 4). /Dengan kawan hendaklah adil/ /Supaya tangannya jadi kafill/ (RAH, 5).
Kawan adalah orang yang sudah lama dikenal dan sering berhubungan dalam hal tertentu (dalam bermain, belajar, bekerja, dsb); teman; sahabat; sekutu (KBBI, 2008: 638). Seorang kawan yang baik semestinya seorang yang setia dengan apapun keadaan temannya. Ketika temannya salah ia siap menasehati. Ketika temannya dalam keadaan lemah ia bantu menguatkan. Pun ketika temannya sedang berbahagia ia turut berbahagia. Setiap kita tentu memiliki kawan (teman). Dalam pertemanan itu hendaklah berlaku adil dengan teman-teman lainnya agar nantinya tidak ada kecemburuan sosial.

9. Mencari Abdi
/Cari olehmu akan abdi/ /Yang ada baik sedikit budi/ (RAH, 4).
Abdi adalah orang bawahan; pelayanan; hamba; orang yang bekerja pada raja atau pemerintah (KBBI, 2008: 2). Setiap pemimpin atau raja harus mencari orang-orang yang siap bekerjasama dengannya, menjadi abdinya. Sebaik-baik menjadi abdi dan mengabdi adalah dengan memberikan banyak kemanfaatan. Di sini RAH mengingatkan bahwa yang ada itu sesungguhnya para abdi yang sedikit sekali memberikan kemanfaatan.

10. Mencari Guru
/Cari olehmu akan guru/ /Yang boleh tahukan tiap seteru/ (RAH, 3).
Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar (KBBI, 2008: 469). Guru adalah seorang berilmu yang membagi-bagikan ilmu kepada anak-anak didiknya. Selayaknya seorang yang berilmu, dia tentu lebih paham bagaimana memecahkan setiap permasalahan hidup yang ada di sekitarrnya, termasuk menyelesaikan seteru yang sedang dialami murid-murid didiknya. “Siapa menunjukkan suatu kebaikan maka ia mendapat pahala sebesar pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim). Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya peran seorang guru, berbagi ilmu yang dimiliki.
/Jika orang muda kuat berguru/ /Dengan syaitan jadi berseteru/ (RAH, 5).
Anak muda yang kuat berguru dalam artian senang menuntut ilmu dari mereka yang ahli ilmu (untuk dijadikan guru tempat menimba ilmu baginya) maka setan akan benar-benar menjadi musuh baginya sebagai seorang yang berilmu. Orang yang menggunakan otaknya adalah orang yang berakal, mereka yang memanfaatkan otaknya untuk berpikir. Ia paham bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Maka dari itu selama masih di dalam dunia ia bersiap-siap menuju kampung akherat dengan perbekalan yang harapannya mencukupi.
/Jika hendak mengenal orang yang berakal/ /Di dalam dunia mengambil bekal/ (RAH, 3).
Seorang yang berilmu adalah seorang yang menggunakan akalnya. Akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu dsb); pikiran; ingatan (KBBI, 2008: 24). RAH menyampaikan pesannya kepada orang-orang yang berakal untuk mengambil bekal sebanyak mungkin selama di dunia untuk kehidupan abadi di akhirat sana. Allah memperlihatkan kehebatan akal yang Dia karuniakan di dalam diri manusia kepada para malaikat, lalu Allah meminta para malaikat untuk menyebutkan nama segala sesuatu yang diperlihatkan. Para malaikat hanya bisa menjawab, tidak ada yang kami ketahui (QS.2: 32). Lalu Allah memerintahkan Adam untuk menyebutkan nama-nama tersebut. Adam mampu menyebutkannya karena Allah telah mengajarkan nama segala sesuatu kepadanya. Adam menyebutkan nama segala sesuatu sebelum adanya cinta. Allah memberikan rasa takut dan petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya serta memberikan perlindungan kepada mahkluk yang dicintai-Nya.
/Jika hendak mengenal orang yang berilmu/ /Bertanya dan belajar tiadalah jemu/ (RAH, 3). /Kasihkan orang yang berilmu/ /Tanda rahmat atas dirimu/ (RAH, 6).
Ilmu adalah pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dsb) (KBBI, 2008: 524). Sedangkan berilmu adalah pengetahuan atau kepandaian (KBBI, 2008: 524). Seorang pembelajar sejati tidak akan pernah lelah dalam menuntut ilmu. Ia selalu haus akan ilmu dan itu melahirkan pertanyaan-pertanyaan terhadap ilmu yang ingin ia ketahui. Ini sejalan dengan perintah agama untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Dari Jabir ra. bahwasanya Nabi saw. mengumpulkan dua orang yang mati terbunuh dalam perang Uhud, maksudnya tempat penguburannya, kemudian beliau bersabda: Mana di antara kedua orang ini yang lebih banyak mengerti tentang alquran? Ketika ada seseorang yang menunjuk kepada salah satunya maka beliau mendahulukan orang yang lebih banyak pengertiannya tentang alquran ke dalam lahad (HR. Bukhari) (Shabir, 2004: 199). Orang yang memiliki ilmu akan mendapatkan rasa kasih khusus dari Allah, dalam artian mendapatkan keistimewaan. Karena dengan ilmu seseorang akan bisa lebih bijak dan lebih mampu menghadapi tantangan hidup. Selain itu pula, seseorang yang berilmu akan mendapatkan derajat dan kedudukan tinggi di sisi Allah, dinaungi penduduk langit serta dimudahkan jalan rezeki baginya. Demikianlah beberapa bentuk rahmat Allah atas orang-orang yang berilmu. Allah berrfirman: Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?‟ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. Az-Zumar: 9).
/Hormat akan orang yang pandai/ /Tanda mengenal kasa dalam cindai/ (RAH, 6).
Pandai adalah cepat menangkap pelajaran dan mengerti sesuatu; pintar; cerdas (KBBI, 2008: 1010). Menghormati orang yang berilmu itu seperti orang yang mengenal suatu kain sutera halus yang berbunga-bunga dan jarang tenunannya serta warnanya menyerupai warna ular sawah. At-Thabrani meriwayatkan dari Abu Darda ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Perumpamaan orang yang mencari ilmu pada masa kecilnya, bagaikan mengukir di atas batu. Dan perumpamaan orang yang belajar pada waktu dewasa bagaikan menulis di atas air. Efek dari keilmuwan yang dimiliki oleh seseorang, seperti yang dibicarakan dalam naskah GDB adalah kepandaian. Dari Abu Sa‟id Samurah bin Jundub ra. berkata: Pada masa Rasulullah Saw. masih muda tetapi saya banyak hafal terhadap apa yang beliau sampaikan. Namun di sini saya tidak akan banyak bicara karena banyak orang yang lebih tua daripada saya (HR. Bukhari dan Muslim) (Shabir, 2004: 199).

11. Bangsa dan Bahasa
/Jika hendak mengenal orang yang berbangsa/ /Lihat kepada budi dan bahasa/ (RAH, 3).
Bangsa adalah kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri (KBBI, 2008: 133). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (KBBI, 2008: 116). Sejalan dengan pesan yang disampaikan RAH, ada suatu ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa itu menunjukkan seperti apa suatu bangsa, dan itu memang benar. Bahasa menunjukkan jati diri dan identitas suatu bangsa. Kesantunan dalam budi dan bahasa adalah cerminan bangsa yang baik serta menjadi cerminan kedaulatan bangsa di dalam tata pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu juga mencerminkan kemandirian dan eksistensi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Maka bahasa menjadi simbol bangsa yang harus dihormati dan dibanggakan warga negaranya.
/Hendaklah berjasa/ /Kepada yang sebangsa/ (RAH, 5).
Raja Ali Haji menyarankan kepada setiap orang agar mereka memberikan jasa-jasa terbaiknya kepada bangsa dan saudara-saudara sebangsa. Karena hakikatnya, setiap kita perlu berkorban untuk bangsa kita sebagai tanah air kita. Ada hadist yang berbunyi sebagai berikut: Seorang muslim adalah saudara bagi orang islam yang lain, yang tidak akan menganiayanya, tidak akan membiarkannya (ataupun menyerahkannya kepada musuhnya). Barangsiapa menyampaikan hajat (kepentingan) saudaranya, maka Allah akan mengabulkan hajat orang itu. Barang siapa yang memberikan kemudahan bagi seorang muslim yang sedang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan padanya ketika kesulitan pada Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi rahasia seorang muslim, maka Allah akan menutupi baginya rahasianya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)

12. Pemimpin yang Baik
/Hendaklah menjadi kepala/ /Buang perangai yang cela/ (RAH, 5).
Kepala atau pemimpin adalah seorang yang diperhatikan selalu keteladanannya oleh mereka yang dipimpin. Maka ketika memang akan mendapatkan amanah sebagai pemimpin dia harus berusaha sekuat tenaga membuang perangai-perangai jelek yang ada di dalam dirinya agar tidak mengganggu keberjalanan kepemimpinan nantinya. Karena ketika seseorang telah menjadi pemimpin maka ia merupakan contoh bagi orang yang dipimpinnya. Simaklah hadist berikut: Kamu semua adalah pemimpin, dan kamu semua akan ditanya (bertanggungjawab) atas pimpinannya. Maka imam adalah pemimpin yang bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Dan seorang suami adalah pemimpin terhadap keluarganya dan akan ditanya tentang pimpinannya. Dan seorang isteri adalah pemimpin pada rumah tangga suaminya maupun anak anaknya dan bertanggungjawab terhadap pimpinannya. Seorang anak menjadi pemimpin terhadap ayahnya dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah dipimpinnya. Dan seorang pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan bertanggungjawaab atas pimpinannya. Maka kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua adalah bertanggungjawab terhadap rakyat (hasil pimpinannya, anak buahnya, pekerjaanya) (HR. Bukhari).
/Betul hati kepada raja/ /Tanda jadi sebarang kerja/ (RAH, 6).
Raja adalah sebutan untuk penguasa tertinggi dari suatu kerajaan (KBBI, 2008: 1133). Setiap rakyat harus bersedia menautakan hatinya kepada raja yang memimpinnya. Mereka mempercayakan sang raja bekerja untuk kesejahteraan bersama dalam kehidupan keseharian mereka. Selama sang raja masih dalam kebaikan harus ditaati, kecuali jika ia memerintahkan kemaksiatan. Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi Saw. neliau bersabda: Seorang muslim wajib mendengar dan taat baik dalam keadaan yang disukainya maupun hal yang dibencinya kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat maka ia tidak wajib untuk mendengar dan taat (HR. Bukhari dan Muslim). Allah berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu sekalian kepada Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang memerintah kamu sekalian. (QS. An-Nisa‟: 59).
/Raja mufakat dengan menteri/ /Seperti kebun berpagarkan duri/ (RAH, 6).
Menteri adalah kepala suatu departemen (anggota kabinet), merupakan pembantu kepala negara dalam melaksanakan urussan (pekerjaan) negara (KBBI, 2008: 902). Seorang raja beserta pembantunya (menteri-menteri) harus bekerjasama dalam memimpin kerajaan beserta rakyat yang dipimpinnya. Mereka bekerjasama dengan menggunakan prinsip musyawarah untuk mufakat. Kerjasama yang seperti ini, kata RAH, seperti kebun berpagarkan duri. Sebuah kebun yang kokoh dan terlindungi dari marabahaya karena ada kerjasama yang kuat di dalamnya. Dari Jabir ra. berkata: Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kami supaya beristikharah dalam segala urusan sebagaimana beliau mengajarkan sesuatu surat dari alquran, di mana beliau bersabda: Apabila salah seseorang di antara kamu sekalian mempunyai maksud dalam sesuatu urusan maka hendaklah ia shalat sunah dua rakaat, kemudian membaca doa: Allahumma innii astakhiiruka bi ilmika wa astaqdiruka bi qudratika wa as‟aluka min fadhlikal-azhiim. Fa innaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta‟lamu wa laa a‟lamu wa anta allaamulghuyuub. Allahumma in kunta ta‟lamu anna haadzal-amra khairun lii fii diini wa ma‟aasyii wa aasyii wa aaqibati amrii atau ia mengucapkan: aajili amrii wa aajilihi faqdurhu lii wa yassirhu lii tsumma baariklii fiih. Wa in kunta ta‟lamu anna haadzal-amra syarrun lii fii diinii wa ma‟aasyii wa aaqibatu amri atau ia mengucapkan: aajili amri wa aajilihi fasrifhu annii wasrifnii anhu waqdur liyal-khaira haitsu kaana tsumma radhdhinii bih (Wahai Allah sesungguhnya saya mohon petunjuk dengan pengetahuan-Mu, saya mohon ketetapan dengan kekuasaan-Mu, dan saya mohon karunia-Mu yang sangat besar karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Kuasa dan saya tidak kuasa, Engkaulah Yang Maha Tahu dan saya tidak tahu, dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui atas segala yang ghaib. Wahai Allah apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini adalah baik untuk diriku dalam agamaku, kehidupanku, dan akibat urusanku itu (atau mengatakan: baik pada waktu dekat maupun di kemudian hari) maka takdirkanlah dan mudahkanlah urusan itu buat diriku, kemudian berikanlah berkah kepadaku dalam urusan ini. Dan apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini adalah jelek untuk diriku dalam agamaku, kehidupanku dan akibat urusan itu (atau ia mengatakan: baik pada waktu dekat maupun di kemudian hari) maka jauhkanlah urusan itu daripadaku dan hindarkanlah aku daripadanya, serta tentukanlah yang lebih baik untukku bagaimanapun adanya kemudian jadikanlah saya orang yang ridha dengan ketentuan itu. Beliau bersabda pula: Ia harus menyebutkan persoalan-persoalannya. (HR. Bukhari).
/Hukum adil atas rakyat/ /Tanda raja beroleh inayat/ (RAH, 6).
Rakyat adalah penduduk suatu negara (KBBI, 2008: 1135). Seorang pemimpin yang menerapkan suatu hukum yang adil kepada rakyatnya, ia akan mendapaatkan suatu pertolongan dan anugerah langsung dari Tuhan. Sikap adil adalah perintah agama, dan tidak mudah bagi para pemimpin untuk bisa benar-benar menerapkan keadilan bagi apa yang dipimpinnya. Oleh karena itu pemimpin yang adil tentu akan diberkahi. Allah berfirman: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (Al-Maidah: 44). Atau dalam ayat lain: Dan berlaku adillah kamu sekalian, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (QS. Al-Hujurat: 9). Mereka pun mendapat naungan Allah pada hari akhir seperti hadits berikut: Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw., beliau bersabda: Ada tujuh kelompok yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya yaitu: pemimpin yang adil, remaja yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta‟ala, seseorang yang hatinya senantiasa dipertautkan dengan masjid, dua orang yang saling cinta-mencintai karena Allah dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi rupawan lalu menjawab: Sesungguhnya saya takut kepada Allah, seseorang yang mengeluarkan sedekah kemudian ia merahasiakannya sampai-sampai tangan kiri tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi kemudian kedua matanya meneteskan air mata (HR. Bukhari dan Muslim).
Sumber: http://fib.undip.ac.id/digilib/home/fib.undip.ac.id/files/e_book/Kajian%20Pragmatik%20Naskah%20Gurindam%20Dua%20Belas.pdf

About Admin

Admin komunitas MJRS-SJS. Sebuah komunitas yang berupaya membiasakan diri dengan one day one juz + dzikir + Qiyamullail. Selain itu, ada program-program menarik dalam komunitas ini seperti kulsap (kuliah whatsapp), Bedah Buku, Bedah Film dan Kajian Telegram.

Check Also

Sejarah Kopi

COFFEE AND HISTORY Sejarah kopi tentang dari mana dan siapa penemunya memang tidak diketahui pasti. ...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *