Home / Diskusi Pakar / Good to Great Season 2: Konsep Landak

Good to Great Season 2: Konsep Landak

Bersama sensei Edi Sukur (ES).
ES:
Assalamu’alaikum wr.wb.
Kita mulai ya.
Seperti biasa mohon gak ada yang nulis lagi sampai nanti saya selesai. Pekan lalu kita sudah bahas tentang bagian pertama, dari 3 bagian point buku ini, yaitu tentang manusia yang disiplin. Hari ini kita akan bahas bagian kedua, yaitu tentang pikiran yang disipilin menurut buku Good to Great karya Jim Collins ini.

Hadits Arbain nomor 1 berisi tentang niat, Innamal a’malu bi niyah. Segala sesuatu tergantung dari niatnya. Dalam manajemen kontemporer ini dapat diterjemahkan menjadi begin with the end of mind atau mulai dari tujuan akhir yang ingin dicapai. Dengan kata lain, sebetulnya segala sesuatu harus kita mulai dengan aim atau niat yang kita canangkan. Namun, hal ini tentu tidak semudah kita mencanangkannya. Pasti ada ketidakpastian dari bagaimana cara kita mencapai itu semua. Itu yang dijelaskan di buku ini tentang bagaimana kita menghadapi berbagai masalah yang pasti akan terjadi dari organisasi atau perusahan yang kita ikuti. JIm Collins menyebutnya dengan Menghadapi Fakta Brutal atau Keras. Masalah pasti akan datang, namun yang paling penting adalah bagaimana kita menghadapi masalah itu.

Perlu diketahui, pada saat menemui masalah, ada 3 tipe orang dalam menghadapinya, yaitu:
–    Orang yang terpatahkan semangatnya oleh peristiwa
–    Orang yang membawa hidupnya kembali normal
–    Orang yang menggunakan pengalaman hidupnya sebagai penentu yang membuat mereka kembali menjadi kuat.

Orang-orang yang lemah, biasanya akan langsung patah semangat begitu menemui masalah. Orang-orang biasa akan mencoba bernegosiasi dengan masalah tersebut dan akhirnya dia bisa hidup nyaman dengan berkompromi dengan masalah tersebut. Namun orang-orang hebat, dia selalu out of the box dan menggunakan pengalaman hidupnya sebagai penenentu untuk membuat mereka menjadi sesuatu yang baru dan kembali menjadi kuat.

Ada kisah pendiri Hyundai, yaitu Chun Ju Hyung. Saat dia merintis sebuah usaha dengan memperbesar bengkel motornya, dia meminjam uang dari bank. Ternyata setelah bengkel itu selesai dibangun dan esok harinya akan dibuka secara resmi, bengkel tersebut terbakar habis satu malam sebelumnya. Coba bayangkan, kalau Chun Ju Hyung itu hanya orang biasa, dia pasti akan stress berat dan meninggalkan upayanya itu. Namun, dia termasuk orang yang luar biasa dan tidak patah semangat. Dia bangun lagi uasahanya dari nol dan akhirnya dia menjadi besar bersama perusahaanya yang sangat besar seperti sekarang ini.

Kalau kita baca biografi orang-orang hebat, pasti dia akan selalu berhadapan dengan masalah yang sangat berat, namun dia tetap bisa bertahan karena dia punya sebuah mimpi besar yang akan dituju, namun dia juga tetap realistis dengan kondisi yang ada sekarang. Ini yang disebut dengan Paradoks Stockdale, yaitu “Pertahankan keyakinan bahwa pada akhirnya anda akan menang apapun kesulitannya, dan pada saat yang bersamaan anda menghadapi fakta-fakta brutal dari realitas terkini anda apapun realitasnya”.

Bagian awal dari paradoks itu berisi MIMPI yang akan dicapai, dan bagian akhir dari paradoks itu adalah hal-hal riil yang dihadapi sekarang. Paradoks Stockdale ini diambil dari kisah legendaris Laksamana Stockdale, seorang perwira dari Amerika yang tertangkap pada saat perang Vietnam bersama dengan rekan-rekannya. Dia yang memberi semangat teman-temannya untuk tetap bertahan dengan memberikan kode berupa ketukan di dinding penjara yang hanya mereka sendiri yang tahu. Ketukan itu menjadi alat komunikask mereka sesama tahanan, yang saling memberi semangat. Stockdale memberikan semangat bahwa mereka akan semangat, bahwa akan ada pasukan yang menyelamatkan mereka. Jadi walaupun sekarang mereka sedang susah dalam tahanan, mereka harus bisa bertahan dan bertahan. Pikiran yang brutal atau keras ini yang sangat diperlukan. Brutal dalam arti mampu bertahan dalam suasana berat dan bersabar.

Untuk di Indonesia sendiri, saya sering melihat perusahaan-perusahaan yang agak kurang sabar. Begitu besar sedikit langsung buka cabang banyak, padahal basic perusahaan itu belum kuat. Makanya perusahaan di Indonesia belum sampai mencapai posisi great, baru mencapai good saja.

Dalam pikiran yang disiplin ini ada satu konsep yang dikenalkan, yaitu tentang Konsep Landak. Konsep Landak ini diambil dari perumpamaan Yunani, yaitu Rubah tahu banyak hal, tetapi landak hanya mengetahui satu hal besar.
Rubah adalah makhluk cerdas yang mampu menyusun berbagai strategi kompleks untuk serangan mendadak terhadap landak. Sepanjang hari, rubah akan mengitari sarang landak dan menunggu momen yang tepat untuk menyerang. Cepat, tangkas, kreatif yang menunjukkan bahwa rubah akan menang menghadapi landak yang lambat dan sederhana. Namun kita tahu pada saat rubah menyerang, landak yang sederhana itu segera menggulung dirinya menjadi bulatan yang penuh dengan duri-duri tajam. Rubah yang telah menanti landak dengan rubah akhirnya kembali ke hutan untuk menyusun rencana baru untuk menaklukan landak esok harinya. Begitu seterusnya pertempuran antara rubah dan landak yang selalu dimenangkan oleh landak.

Kisah rubah dan landak ini seolah menggambarkan rubah mengejar banyak tujuan pada saat yang sama dan melihat dunia dalam segala kompleksitasnya. Di sisi lain landak mereduksi segala tantangan itu menjadi ide-ide yang sederhana.

Ada satu kisah, yaitu tentang Michael Dell. Michael Dell ini yang kemudian menjadi terkenal dengan produk komputernya yaitu Dell. Kalau kita lihat model bisnis komputer Dell, ini berbeda dengan IBM atau berbeda pula dengan perusahaan software seperti windows. Bisnis utama Dell memang memproduksi komputer, tetapi yang dijual adalah komputer yang customized, sesuai permintaan konsumen.

Basic perusahaan ini yang dilakukan bertahun-tahun dan membuatnya bisa bertahan, dimana dia hanya membuat komputer sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh konsumen. Hal besar yang dilakukannya adalah meningkatkan efektifitas dari manajemen supply chain nya. Dia meletakkan supplier tidak jauh dari tempat perakitan komputernya. Sampai satu saat dia merubah model bisnisnya. Dia membuat komputer sama seperti perusahaan-perusahaan lain, dan akhirnya pada tahun-tahun itu labanya jatuh berkurang yang menyebabkan dia hampir bangkrut. Dari kejadian itu dia kembali lagi ke model bisnis yang dilakukan sejak awal yang sudah menjadi budaya di perusahaannya.

Jim Collins merumuskan Konsep Landak ini menjadi 3 hal besar, yaitu:
–    What you can be the best in the world at?
–    What drive your economic engine?
–    What you are deeply passionate about?
Tiga point ini menjadi penting, karena di situ yang membedakan perusahaan atau organisasi kita adalah berbeda dengan yang lain.

Point nomor 1 adalah di bidang apa yang bisa membuat anda menjadi terbaik di dunia?
Dari sekelumit kisah Dell di atas, kita bisa ambil pelajaran bahwa model bisnis customized yang terintegrasi dengan supply chain managementnya adalah hal yang paling dominan yang sudah mengakar di perusahaannya. Dengan kata lain, kita perlu mengetahui dengan detail, kita punya kekuatan dimana jika dibandingkan dengan perusahan-perusahaan lain. Point itu yang terus dikejar dan dipertajam. Tidak melakukan sebuah lompatan bisnis yang besar di luar kemampuan yang dimiliki.

Point kedua adalah apa yang mendorong mesin ekonomi anda?
Ini terkait tentang bagaimana kita mengetahui bagian apa saja dari bisnis kita yang bisa cepat menghasilkan roda ekonomi. Ini perlu analisis mikroekonomi untuk menentukan produk-produk apa yang bisa segera menghasilkan dan produk apa yang baru akan menghasilkan dalam jangka panjang.
Untuk memudahkan saya menyebut ini menjadi dua hal, yaitu produk-produk pragmatis dan produk-produk idealis. Produk pragmatis adalah produk yang bisa segera memutar ekonomi (menghasilkan uang), sedangkan produk idealis adalah produk-produk yang akan menghasilkan nilai ekonomi dalam jangka panjang.

Point ketiga adalah bidang apa yang anda memiliki gairah terbesar?
Passion adalah sesuai yang membuat dunia menjadi berubah. Tanpa passion yang pas dengan kita, maka kita hanya akan menjadi roda yang berputar saja. Saya pernah contohkan hal ini tentang bagaimana seorang manager perusahaan besar di Jepang yang mengundurkan diri dari jabatannya karena ingin mengejar passionnya sejak kecil.
41 menit. Mungkin itu dulu pembahasan bagian kedua. Jika ada pertanyaan dipersilahkan. Ini juga nulis seingatnya jadi jangan nanya yang berat-berat, dari beberapa buku juga tapi mengikuti urutan Good to Great

RM:
1. Kalau misalnya kita punya lebih dari 1 ide jenis usaha, apakah baik jika kita menjalankan semuanya dalam waktu bersamaan?

ES:
Kalau menurut Konsep Landak, perlu fokus di satu hal saja. Kebanyakan ide akan membuat konsentrasi terpecah dan tidak fokus. Di sini perlu kesabaran dalam menjalankannya. Jangan terburu-buru ingin growth.
Contohnya begini, ini sering saya jadikan contoh jika sedang seminar. Semua pasti tahu brownis Am*nd* dari satu tempat di kota di Indonesia. Dulu pada saat kita ke kota itu, maka makanan itu menjadi oleh-oleh yang ditunggu, tapi sekarang sudah tersebar banyak dimana-mana akibatnya sudah tidak menjadi sesuatu yang istimewa. Ini yang saya sebut kita kurang bersabar dan ingin segera growth.

AS:
Sensei bilang perusahaan-perusahaan di Indonesia kebanyakan mereka yang besar langsung buka cabang banyak, padahal basic perusahaan itu belum kuat. Apakah harus memiliki pondasi yg kuat dulu baru bisa mengembangkan sayap? Apakah tidak terlalu lama menunggu sensei? Saya sendri suka dengan konsep learning by doing. Lalu sampai di tingkat manakah perusahaan tersebut disebut great?

MI:
Tentang poin ke 3, bidang apa yang memiliki gairah terbesar?
Terkait hal ini, bagaimana jika memiliki gairah sama besarnya di semua bidang? Dengan kata lain seperti palu gada, kemana saja bisa. Akankah mempengaruhi hasil dari yang kita lakukan? Lalu bagaimana meyakinkan bahwa sesuatu hal tersebut adalah bidang yang kita miliki gairahnya paling besar? Dengan kondisi seperti palu gada tadi sensei.

ES:
Pertanyaan Ririn, Aji dan Izzu mirip sih.

AM:
Sensei, konsep fokus dalam 1 hal itu, apakah dalam jangka panjang (goal besar dalam hidup) atau boleh direncanakan fokus secara periodik (misal, target tahun ini menyelesaikan A, tahun selanjutnya mencapai target B) ?

ES:
Intinya fokus dulu di satu bidang sampai dia benar-benar punya basic yang kuat. Memang kecenderungan kita adalah ingin cepat besar. Tapi pertumbuhan yang besar malah bisa jadi bahaya buat perusahaan.
Pertumbuhan yang bisa dikejar menurut saya hanya 20%. Lebih dari itu terlalu cepat, jika tidak diiringi dengan penyiapan SDM dan manajemen yang baik di internal. Ini menyangkut masalah suplly demand juga.
Gampangnya begini, dari yang punya uang hanya 5jt kemudian tiba-tiba disuruh mengelola uang 5M, kira-kira apa yang terjadi? Gak mungkin siap. Akuntan yang hanya mengelola keuangan 50jt, tiba-tiba disuruh mengurus uang 5M, pasti mabok. Jadi, pertumbuhan sebuah organisasi juga perlu dipertimbangkan.

RM:
2. Terkait passion, apakah mungkin kita menjalankan bisnis sesuai passion kita tapi basic skill kita tidak terasah karena faktor pendidikan yg ditempuh berbeda dengan passion? Jika mungkin, adakah contoh yang berhasil?

ES:
Pertanyaan Ririn nomor dua sudah dikasih contoh di pembahasan pekan lalu. Bisa dibaca ya, biar gak ngulang lagi

LG:
Tanya sensei, apakah terdapat sisi negatif atau significant (low) pada saat kita berada di sisi “good” ataupun “great” jika di kaitkan dg passion setiap orang yg berbeda?

ES:
Ya gak ada sih. Coba baca pembahasan pekan lalu ya. Apa itu good dan apa itu great. Yang dibahas di sini adalah tentang pentingya passion dalam merubah organissi good menjadi great. Jadi, passion itu menjadi sesuatu yang penting. Kalau ingin menjadi good saja ya gak apa-apa juga. Bahasan buku ini adalah bagaimana merubah organisasi yang good menjadi great.

Kalau dia merasa cukup dengan Good, ya gak papa juga. Tapi kalau ingin menjadi Great, tips-tipsnya dijelaskan di buku ini dari hasil studi Jim Collins terhadap perusahaan-perusahaan Great yang jadi obyek surveynya. Banyak perusahaan-perusahaan yang sudah nyaman dengan menjadi perusahaan good, tapi ada juga yang gak puas dan ingin lebih besar lagi menjadi perusahaan great. Begitu sih.
Apakah ada yang lain?
Bahasan kali ini sih sebetulnya fokus di dua hal:
1.    Bersabar dalam suasana berat (jika masalha datang)
2.    Fokus pada hal-hal yang dapat mempercepat pertumbuhan

RM :
Ada pertanyaan lagi sensei.
3. Misalnya, jika ternyata saat menjalankan usaha, payback period tidak sesuai estimasi, dan perusahaan stagnan ketika sudah lama usia usaha dan inovasi pun sudah optimal, apakah sebaiknya bertahan atau lebih baik ganti jenis usaha?

ES:
Depend on your passion. Kalau yakin akan berkembang, bisa saja bertahan. FYI, dari 100 start up, biasanya yang bisa bertahan selama 3 tahun hanya sekitar 10 saja.

RanMo:
Sensei, kalau gitu kapan sih cara tau, oh kita udah bisa buka cabang atau harus sabar. Biar tidak salah seperti brownies *man** dll. Bisa jadi mereka dulu ambil keputusan buka cabang dimana-mana karena meliat usahanya sudah profit.

ES:
Jadi masa 3 tahun pertama adalah masa-masa berat apakah sebuah perusahaan akan bisa melaju terus atau harus berhenti. Bisa jadi dalam 3 tahun pertama langsung tumbuh besar, tapi itu harus hati-hati karena bisa jadi setahun atau dua tahun berikutnya pasar sudah jenuh.
Bayangkan, dengan growth yang besar tentu perlu penyiapan SDM dan infrasturktur yang besar. Lalu tiba-tiba pasar jenuh, akibatnya produksi terlalu banyak, dan tidak terjual. Apa yang terjadi? Padahal pada saat yang bersamaan Fixed Cost sudah tinggi (akibat pertumbuhan yang terlalu cepat). Ini yang tadi saya sebut, perlu hati-hati jika ingin growth yang terlalu cepat. Tapi itu memang biasanya learning by doing. Gak akan tahu kalau gak melakukan sendiri

SW:
Oh ya sensei jadi inget buku nya Ichak Adizes, Ph.D tentang Managing Corporate Lifecycles, ada kaitannya kah?

ES:
RanMo, sudah dijawab kan ya.
anyhing else?

RT:
Ada satu konsep yang pernah didengar yaitu suatu perusahaan/organisasi jika ingin bertahan maka harus ada inovasi, lalu ketika kita selalu memikirkan ide inovasi untuk dapat bertahan dari kompetitor apakah kita masuk kedalam kriteria tidak fokus karena kebanyakan ide (sibuk cari ide inovasi) atau gimana sebaiknya sensei?

ES:
Ini yang tadi saya sebut dengan produk-produk yang pragmatis dan produk idealis.
Produk pragmatis adalah produk yang sekarang bisa memutar ekonomi menghasilkan profit sedangkan produk idealis adalah infovasi-inovasi baru yang merupakan produk-produk idealis yang baru akan menghasilkan profit di waktu yang akan datang. Begitu sih, jadi gak semua memikirkan produk baru. Di situ perlu bagian R&D yang fokus untuk penemuan dan inovasi baru.
Begitu ya.
Moga bermanfaat.

RM:
Jadi inget, air putih (aqu*-red) lebih laris dari teh g*las atau minuman berasa lainnya. Padahal ga ada inovasi, paling inovasi di botolnya aja.

AH:
Minuman berasa lainnya itu katakanlah teh gelas setahu saya bukan inovasi dari aqu* mb, tp inovasi dari teh yang pertama kali di indonesia yaitu teh sosr*. Wah, kalau ingat sejarah perkembangan teh sosr* pertama kali, nyambung juga sama diskusi malam ini, yaitu bapak sosro *apa gitu lupa nama lengkapnya* bersaudara yang mulai merintis jual minum teh yang dijual dipasaran menggunakan gelas biasa, hingga berbagai inovasinya sampe sekarang.
Kalau aqu* kurang tahu sejarah berkembangnya bagaimana. Tapi yang jelas setahu saya perkembangan teh sosr* itu bukan inovasi dr aqu*.

RM:
Hehe, iya maksud saya bukan inovasi dari Aqua, maksud saya dia berinovasi *berasa airnya*, pokoknya semua minuman berasa ga sebatas jenis teh, masih kalah saing dari air mineral yang ga begitu berinovasi; contohnya Aq**. Terkadang, faktor “kebutuhan pasar” lebih berpengaruh dari “inovasi” terhadap jumlah demand.

AFB:
Satu lagi yang hati-hati dalam start up. Ketika ujian 3 tahun sudah selesai, ujian berikutnya adalah ujian diri karena jadi OKB (Orang Kaya Baru). Perubahan gaya hidup dan sejenisnya akan mengiringi, kalau OKB-nya terlalu kuat, dan tidak diimbangi pengorganisasian SDM yang bangun awal bareng-bareng, siap-siap saja ditinggal partner dan usahanya bisa langsung bangkrut.

Sama seperti perjalanan Steve Jobs yg jadi begitu arogan dan OKB, yang berakhir ditinggal partner awalnya, Wozniak. Berakhir gagal mengelola, dia dipecat dari CEO Apple oleh pemegang saham. Beruntungnya Steve Jobs masih bisa kembali lagi dan membangun kembali mimpinya di Apple dengan menghadirkan Teknologi dan Seni dalam sebuah produk yg dibanggakan. Di mana-mana polanya selalu begitu. Yang ga bisa lolos ujian OKB, berakhir tragis.

About Admin

Admin komunitas MJRS-SJS. Sebuah komunitas yang berupaya membiasakan diri dengan one day one juz + dzikir + Qiyamullail. Selain itu, ada program-program menarik dalam komunitas ini seperti kulsap (kuliah whatsapp), Bedah Buku, Bedah Film dan Kajian Telegram.

Check Also

https://ddsumsel.org

Pengalaman dan Perjalanan 21 Hari Misi Kemanusiaan di Suriah #2

With Theme : Pengalaman dan Perjalanan 21 Hari Misi Kemanusiaan di Suriah (bagian 2) Facilitator ...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *