Home / Hikmah Kehidupan / Pentingkah Perayaan Isra Mi’raj

Pentingkah Perayaan Isra Mi’raj

Perjalanan jauh tidak selamanya memakan waktu yang lama. Seperti cerita Jema’ah haji, atau yang pernah tingga di Arab Saudi, bahwa jarak sekitar 450 km perjalanan antara kota Mekkah dan Madinah bisa ditempuh dalam waktu tiga setengah jam. Namun, ada yang lebih cepat lagi dalam menempuh jarak jauh. Pesawat terbang. Ya, pesawat terbang bisa menempuh jarak lebih jauh dalam waktu tiga setengah jam. Apalagi pesawat besar yang terbang dalam kecepatan 950 km per jam.

Ada yang iseng menyalakan GPS di ponselnya sebelum naik ke pesawat. Dia ingin tahu berapa kecepatan pesawat terbang saat mengudara. Bukannya di layar TV pesawat sudah ada data kecepatan pesawat? Rupanya dia hanya penasaran, bukan tidak percaya pada layar TV pesawat. Ternyata, kecepatan terbang pesawat saat itu adalah 950 km per jam. Setelah puas, dia segera menonaktifkan GPS-nya karena takut rusak. Masih ad yang lebih cepat lagi, yaitu pesawat Concorde.Angka 40 hari semata-mata menunjukan bentuk kesungguhan yang diharapkan penulis kepada pembaca dalam mempraktikan kiat kiat percepatan rezeki yang tertuang di buku ini agar dapat menjadi habit bagi pembaca . Pesawat ini bisa mencapai kecepatan maksimal 2.200 km per jam. Namun, pesawat ini sudah berhenti beroperasi.

Mari kita bandingkan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan dari Mekkah ke Baitul Maqdis, lalu naik menembus batas langit dunia, dan kembali lagi ke kota Mekkah dalam waktu satu malam.

Langit kita ini adalah langit dunia. Sampai sekarang kita belum tahu di mana batas akhirnya. Selalu ada saja berita penemuan planet baru, galaksi baru, membuat kita semakin percaya bahwa kita belum menemukan batas akhir langit dunia.

Kita mengukur jarak bintang dan benda langit lainnya dengan ukuran tahun cahaya. Jarak matahari dari bumi adalah 8 menit cahaya. Dalam satu detik, cahaya menempuh jarak 300.000 km. Sementara jarak bintang lainnya dari bumi ada yang 4,2 tahun cahaya. Hasilnya? Kalikan saja dengan 300.000 km per detik. Itu baru langit dunia. Berapa jarak Sidratul Muntaha dari bumi? Tentu lebih jauh dari itu, bukan?

Isra’ dan Mi’raj adalah sebuah mukjizat, sebuah peristiwa luar biasa yang tentunya tidak terjadi secara sia-sia. Tentu ada makna besar yang terkandung dalam peristiwa Isra’ Mi’raj sehingga Nabi sampai harus menempuh perjalanan sejauh itu. Dan sebakdanya kita tahu bahwa makna besar itu adalah perintah sholat lima waktu.

Sholat lima waktu berbeda dengan kewajiban lainnya. Jika kewajiban lainnya turun ketika nabi berada di Bumi, maka Nabi menerima perintah sholat lima waktu justru di langit ke tujuh. Perbedaan ini menunjukkan nilai sholat lima waktu yang sangat penting dibandingkan dengan amalan-amalan lainnya. Inilah pesan utama dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Tapi yang selama ini diperingati bukanlah pesan inti, tetapi sekdar peristiwanya saja dengan melupakan pesan inti dari substansinya. Nabi dan para sahabat, beserta orang-orang beriman yang mengikuti jejak mereka, mengamalkan pesan inti yang menjadi amanat Isra’ dan Mi’raj, yakni mereka mendirikan sholat dengan khusyuk. Ketika kita mendirikan sholat lima waktu dengan sungguh-sungguh, maka kita telah melaksanakan pesan inti dan amanat Isra’ Mi’raj.

Jika demikian, mana yang lebih penting; peristiwa Isra’ Mi’raj atau pesan intinya? Mana yang lebih layak diperhatikan, pesan inti dan Isra’ Mi’raj atau peristiwanya?

Ada sebuah gambaran. Alkisah, seorang presiden di sebuah negara memanggil salah seorang kepala desa dari daerah pinggiran. Bukan hanya memanggil, melainkan juga menyediakan tiket pesawat dan akomodasinya. Pak lurah segera menyambut panggilan presiden dengan gembira. Dia memberi tahu tetangga dan warga desanya dengan bangga.

Sesampainya di ibu kota, petugas dari sekretariat negara siap mengurus segala keperluannya. Pada hari yang ditentukan, pak lurah menghadap presiden, tepatnya tanggal 24 Juli 1990, pukul 10 pagi. Sudah tentu pak lurah gembira, dia bisa bertemu pak presiden yang biasa dia lihat di layar TV-nya. Pak presiden menyambut pak lurah dengan senyum akrab dan penuh kehangatan. Rupanya pak presiden memanggil pak lurah karena ingin membangun masjid di desanya. Pak presiden langsung menyerahkan uang untuk biaya pembangunan.

Pak lurah gembira bukan kepalang karena pak presiden ingin membangun masjid di desanya. Apa barangkali ia ingin menghabiskan masa pensiun di desanya? Namun, apa yang membuat pak lurah lebih bergembira , yaitu uang dalm jumlah yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya.

Sekali lagi, ini hanya cerita ilustrasi saja.

Pak lurah dengan gembira pulang ke desanya, membawa hadiah dan kenang-kenangan dari istana, juga uang dalam jumlah besar dari pak presiden untuk membangun masjid di desanya. Warga desa turut menyambut pak lurah sepulang dari jamuan pak presiden.

Pak lurah menceritakan kisahnya bertemu presiden, warga hanya duduk terdiam. Pak lurah menceritakan peristiwa itu ke mana-mana, pada siapapun yang ditemuinya. Sampai tanggal 4 Juli 1991, satu tahun setelah pak lurah menerima uang untuk membangun masjid, pak lurah masih belum memulai pembangunan. Dia malah mengadakan peringatan hari dirinya bertemu presiden. Sampai pada 24 Juli 1995, sudah lima kali pak lurah mengadakan peringatan lima tahun bertemu presiden, tetapi masjid belum juga dibangun.

Inilah gambarannya. Lantas, sudahkah kita melaksanakan sholat dengan baik, sholat sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW? Atau kita masih sholat semau kita, sesuai hawa nafsu dan keinginan kita?

Sumber: Buku “Agar Ibadah Lebih Hidup” Oleh Syarif Ja’far Baraja

Faradina sourayya

About Admin

Check Also

Sandwich Generation yang Merdeka

Sandwich Generation yang Merdeka Disadur dari Webinar Financial Yaumi Indonesia, narasumber Kak Kaukabus Syarqiyah, SE., ...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *