Home / Pengetahuan Umum / Teknologi dan Lapangan Kerja

Teknologi dan Lapangan Kerja

TEKNOLOGI DAN LAPANGAN KERJA

Beberapa waktu yang lalu, rekan saya di sebuah grup Whatsapp yang saya ikuti memberikan sebuah artikel dari Detik.com tentang polarisasi pekerjaan di gerbang tol. Apa maksudnya dengan polarisasi pekerjaan? Masuknya teknologi e-Money dalam sistem antrian pintu tol telah membuat pekerjaan petugas tol tidak dibutuhkan lagi. Sehingga seperti yang disebutkan dalam artikel tersebut yaitu tentang polarisasi, maka terjadi perpindahan kutub pekerjaan dari yang awalnya dikerjakan manusia menjadi dikerjakan mesin atau sistem. Sambil khawatir, rekan saya menyebutkan kekhawatirannya akan kemajuan teknologi. Berbagai pertanyaan diskusi dipaparkan dalam diskusi kami: apakah suatu saat nanti pekerjaan di dunia ini akan digantikan dengan teknologi? Bagaimana peran manusia nantinya jika pekerjaan sudah digantikan oleh teknologi?

Pada awalnya, teknologi diciptakan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Karena sesungguhnya manusia diciptakan berkeluh kesah lagi kikir, kita bermimpi untuk mengerjakan segala sesuatu pekerjaan kita menjadi lebih cepat dan lebih ringkas. Oleh karena itu, berpikirlah manusia menggunakan pikiran yang telah diberikan oleh Tuhannya itu. Terciptalah berbagai macam hasil pikiran, mulai dari berbagai macam desain barang-barang mati yang tercipta memudahkan pekerjaan (bidang miring, ban, pengungkit) hingga mesin bodoh yang mempunyai kemampuan untuk melakukan hal-hal yang cerdas (sesuai quote Bill Bryson tentang komputer : stupid machine with the ability to do incredibly smart things).

Penemuan kita terhadap mesin bodoh yang mempunyai kemampuan untuk melakukan hal-hal yang cerdas ini akhir-akhir ini telah tumbuh sangat pesatnya untuk membantu manusia di segala bidang. Hari ini kita telah melihat banyak produk yang diciptakan oleh proses industri yang dikendalikan secara otomatis. Hari ini kita juga membeli banyak produk yang dijual dalam sistem e-commerce dengan rasa percaya. Hari ini kita juga maklum melihat anak-anak atau adik-adik kita mencari jawaban tugas sekolahnya dengan profesor Google, walau mereka masih dengan bodohnya mengkopi soal dari guru atau dosennya langsung di kotak pencarian.
Sekarang mesin bodoh ini sedang berkembang menuju kecerdasan artifisial, dimana mesin bodoh ini diajari cara untuk belajar dan berpikir sendiri agar jadi cerdas. Mimpi manusia sebagai makhluk yang suka berkeluh kesah dan luas angan-angan ini makin panjang : Terwujudnya mesin cerdas yang bisa melayani mereka untuk mencapai produktivitas mumpuni.

Namun, Profesor MIT bernama Erik Brynjolfsson dalam analisisnya yang ditulis dalam buku berjudul Race Against the Machine, menyebutkan sebuah fakta yang perlu sama-sama kita khawatirkan. Dalam buku tersebut, Brynjolfsson memberikan sebuah grafik yang menjelaskan hubungan antara produktivitas dan lapangan pekerjaan karena pengaruh teknologi di Amerika Serikat. Setelah Perang Dunia 2, dua garis ini naik perlahan yang menunjukkan bisnis di Amerika Serikat maju pesat karena adanya teknologi.

Oleh karena itu, lapangan pekerjaan makin banyak tersedia untuk masyarakat Amerika Serikat.
Akan tetapi memasuki tahun 2000, dua garis itu berubah polanya. Garis produktivitas terus naik, tapi garis lapangan pekerjaan kemudian perlahan turun. Di 2011, sudah dapat terlihat adanya perbedaan antara dua garis ini yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi tidak memberikan dampak dalam penciptaan pekerjaan.

Brynjolfsson kemudian memberikan kesimpulan: teknologi memang memberikan peningkatan produktivitas, namun sisi gelapnya perkembangan teknologi akan mengeliminasi banyak kebutuhan pekerjaan.

Lalu bagaimana seharusnya kita bertindak? Brynjolfsson masih percaya bahwa teknologi dapat kita gunakan untuk menumbuhkan banyak kesempatan memperluas lapangan pekerjaan. Meskipun akan banyak pekerjaan yang bisa terganti oleh hadirnya teknologi, namun selagi manusia nya tetap berusaha untuk lebih kreatif, lebih banyak belajar serta lebih banyak mencipta, maka manusia takkan tergantikan oleh teknologi. Hal ini bisa kita lakukan dengan meningkatkan skill dan kemampuan diri, serta mengambil banyak kesempatan untuk menjadi wirausahawan baru yang menggunakan teknologi sebagai cipta nilainya (technopreneuer).

Jika kita bicara tentang Indonesia kedepannya, memang saat ini kita masih terus menyadari masih banyak pekerjaan rumah kita. Jumlah penggangguran terdidik kita masih cukup tinggi jumlahnya. Sementara, jumlah wirausahawan di Indonesia menurut Pemerintah masih dalam 3-5% dari jumlah penduduk kita.

Keberpihakan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan di masa depan ditunjukkan dengan seriusnya pemerintah menarasikan revolusi industri keempat sebagai ujung tombaknya. Walaupun jika kita tinjau dalam aspek operasionalisasi, kita masih belum butuh-butuh amat untuk menggunakan segala teknologi yang sering disebutkan dalam revolusi industri keempat itu dalam segala bisnis kita. Mungkin 5-15 tahun lagi? Berbagai kemungkinan dalam masa depan itu masih ada dan terbuka lebar untuk kita.
Hari ini sekarang kita bisa memilih. Bagaimana peran kita sebagai seorang yang terdidik untuk mengatasi hal ini?

Mari hari ini kita terus berusaha. Sebagai seorang terdidik yang memiliki kapasitas lebih, kita harus mendorong manusia yang lain untuk belajar dan terus belajar agar tidak tertinggal dan kalah dari yang lain. Jangan sampai kemajuan teknologi tidak membuat kita berdikari untuk sejahtera di negeri ini.

Dimas Prabu Tejonugroho

About Admin

Check Also

Sejarah Kopi

COFFEE AND HISTORY Sejarah kopi tentang dari mana dan siapa penemunya memang tidak diketahui pasti. ...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *