Home / Dakwah / Hikmah Perjanjian Hudaibiyah : Uswatun Hasanah

Hikmah Perjanjian Hudaibiyah : Uswatun Hasanah

artefak_perjanjian_hudaibiyah via republika.co.id

artefak_perjanjian_hudaibiyah via republika.co.id

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ

اللهم صلى علي محمد و علي أهل بيته و صحبه و من تبع الهدى إلي يوم القيامةز

عما بعد

بسم الله ومن الله  وإلي الله وعلي الله وفي الله ولا حول ولا قوة الاّ بالله

Alhamdulillahi alladzi lahu ma fi as-samawati wal-ardh walahu al-hamdu fil akhirah wa huwal al-Hakimu al-Khabir. Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ahli baitihi wa shahbihi wa man tabi’a al-huda ila yaum al-qiyamah. Amma ba’d

Bismillahi wa mina Allahi wa ila Allahi wa ‘ala Allahi wa fillahi wa la haula wala quwwata illa billahi.

Sesaat setelah dilaksanakannya kesepakatan dalam perjanjian hudaibiyah rasulullah berujar dengan perkataan yang belum pernah dia keluarkan;

هلك المسلمون… أمرتهم فلم يتمثّلوا

|Halaka al-muslimun.. amartuhum falam yatamatstalu|

“sudah hancur umat Islam.. aku perintah mereka, tapi mereka tidak menurut”

Apa sebab rasulullah berujar demikian? Keadaan kritis apa yang sedang dia hadapi?

Setelah enam tahun hijriah menghadapi serangan-serangan dari kaum Quraisy mereda. Rasulullah saw memutuskan bersama rombongan ummat muslim berangkat ke baitul Haram untuk melakukan ibadah umrah (sebagian riwayat mengatakan untuk menunaikan haji). Beliau memilih bulan dzulqa’dah, salah satu dari bulan yang diharamkan adanya perang. Hal tersebut sudah diyakini seluruh suku-suku arab. Bulan tersebut dibebaskan semua orang dapat berkunjung ke bait al-Haram dengan damai.

Mendekati makkah rombongan yang kira-kira berjumlah 1400 orang yang terdiri dari orang dewasa, wanita, dan anak-anak itu sudah mengenakkan ihram. Tak ada senjata perang yang mereka bawa, kecuali sebuah pedang kecil yang terselip di pakaian mereka.

Mendekati kota makkah rombongan itu dicegat rombongan Quraisy yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid. Dikirimlah utusan dari kaum Quraisy menemui rombongan umat islam. Rasulullah dan rombongan menjelaskan bahwa mereka datang hanya untuk melaksanakan umroh, bukan untuk berperang, tetapi kaum quraisy tidak percaya. Kaum kafir Quraisy tahu betul, bahwa bulan itu adalah bulan haram yang tidak boleh ada perang dan pertumpahan darah, mereka tak kalah akal, dibuatlah rencana sedemikian rupa agar terkesan Muhammad dan ummat muslim mengobarkan perang di Makkah. Serangkaian provokasi dilakukan, perkemahan kaum muslim dilempari batu dan anak panah agar kaum muslim marah dan membalas. Beberapa orang yang memprovokasi dari dalampun ditangkap, namun dibebaskan kembali, karena ummat muslim datang bukan untuk berperang. Segala macam provokasi yang dilakukan kafir quraisy berujung kegagalan.

Ummat muslim pun mengirimkan satu utusan untuk menemui pemuka quraisy. Naas, utusan yang dikirim rasulullah hampir terbunuh. Rasulullah pun mengirim utusan lain yang lebih punya posisi tawar di mata Quraisy Makkah, Utsman ibn Affan diutus sebagai mediator bahwa “kaum muslim datang dengan damai, hanya untuk beribadah umrah”.

Sehari dua hari utsman tak kunjung kembali, seharusnya utsman telah kembali dan menyampaikan hasil dari perundingan yang mereka lakukan. Pecah kabar bahwa utsman telah dibunuh.

Semangat jamaah menyala. Utusan yang dikirim rasul pertama hendak dibunuh, dan kini utsman dibunuh! Ini adalah pernyataan perang dari pihak quraisy. Semua alat perang baik pedang, panah, baju besi, kuda, dll telah mereka tinggalkan di Muzdalifah ketika hendak berangkat ke Makkah. Apalah arti sebuah pedang kecil yang mereka bawa jika mereka berhadap-hadapan dengan pasukan quraisy bersenjata perang lengkap! Kaum muslim datang untuk ibadah, sengketa dan permusuhan bukan yang mereka cari. Tetapi kalau peperangan yang diinginkan kaum quraisy, mereka berpantang mundur setapak.

Rasulullah kemudian mengumpulkan semua ummat muslim di dekat sebuah pohon. Beliau bersabda dengan kalimat yang pendek:

“kita tidak akan berangkat dari sini sebelum kita berperang dengan kaum Quraisy itu”

Berdesak-desakanlah para ummat muslim untuk berbai’at kepada Rasulullah, mereka bersumpah setia pantang mundur dan siap semua kemungkinan, mereka siap untuk syahid saat itu juga. Mereka rela pakaian ihram mereka yang serba putih itu menjadi merah dengan darah sampai menjadi syuhada’ di atas jalan kebenaran dan membela al-Haqq. Bai’at ini dinamakan “Bai’atu ar-Ridhwan”

Niat sudah dudukkan, tekad sudah bulat, keputusan sudah diambil. Bukan sekali ini mereka akan berhadapan dengan musuh di medan perang dengan kekuatan yang kurang dibandingkan pihak lawan.

Tak lama kemudian utsman ibn affan kembali ke tengah-tengah kaum muslim. Dia melaporkan bahwa misi yang diberikan rasulullah kepadanya tidak berhasil. Dia ditahan selama tiga hari di tempat yang aman. Pemimpin Quraisy bersumpah tidak akan mengizinkan nabi Muhammad dan ummat muslim memasuki kota makkah. Utsman pun diambil sumpah setianya melalui bai’at yang sudah dilakukan ummat muslim lainnya terlebih dahulu.

Berita tentang bai’atu ar-Ridhwan terdengar sampai pimpinan kaum quraisy. Segala provokasi yang mereka lakukan sudah jelas gagal. Pimpinan Quraisy juga sadar diri bahwa ketika ummat muslim sudah berniat jihad, mereka bisa menjadi kekuatan tak terbendung. Masih segar diingatan mereka ketika tunggang langgang dalam penyerangan pasukan ahzab dalam perang khandaq. Kalah dari pasukan ummat muslim yang jumlah kekuatannya jauh di bawah mereka. Mereka juga mulai berpikir, jika sampai ada peperangan di bulan haram dan di tanah haram, seluruh penduduk jazirah arab akan menyalahkan mereka. hal ini karena mereka melanggar aturan dan adat masyarakat arab yang sudah disepakati ratusan tahun.

Kehancuran ekonomi pun akan dirasakan quraisy makkah jika terjadi peparangan. Dengan hilangnya kepercayaan itu, penduduk Arab akan enggan berinteraksi dan datang ke makkah, padahal Quraisy mekkah hidup dengan perdagangan tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, pemimpin Quraisy sudah terlanjur bersumpah tidak akan mengizinkan nabi Muhammad dan ummat muslim memasuki makkah.

Ahli siasat quraisy pun akhirnya diutus, dengan tujuan menghindari perang namun ummat muslim juga tak boleh masuk. Dan yang jelas quraisy tidak mau kehilangan muka. Suhail ibn Umar datang ke Hudaibiyah untuk berunding dengan rasulullah. Akhirnya tercapai kesepakatan dengan empat pasal:

  1. Kedua pihak tidak akan menyerang selama sepuluh tahun
  2. Untuk kali ini Muhammad beserta jamaahnya kembali ke madinah saja, dengan ketentuan bahwa tahun depan mereka dapat memasuki kota makkah untuk melakukan umrah dan bermukin di sana selama tiga hari
  3. Jika ada orang (pihak ketiga) yang akan bergabung dengan pihak Muhammad, tidak akan ada halangan dari pihak quraisy. Demikian pula jika ada orang (pihak ketiga) yang mau bergabung dengan quraisy.
  4. Jika ada orang orang yang di bawah kekuasaan Quraisy lari dan hendak bergabung dengan Muhammad, dia harus disuruh kembali ke Quraisy. Sebaliknya jika ada pengikut Muhammad yang lari hendak bergabung dengan quraisy, dia tidak disuruh kembali.

Para sahabat merasa payah dan menahan hati ketika melihat lagak dan tingkah laku utusan quraisy dalam perundingan.

Suhail keberatan bila berjanjian ditulis “bismillahi ar-rahmani ar-rahim”, dia tidak kenal dengan kalimat

itu. Kemudian digantilah dengan kalimat “bismika Allahumma”. Suhai masih keberatan dengan tulisan “Muhammadun Rasulullah” dan diganti dengan kata “Muhamadun ibn Abdillah”.

Hal ini disetujui oleh rasulullah dengan kepala dingin, beliau menganggap perkara ini bukanlah perkara yang essensial. Tetapi berbeda dengan para shahabat, mereka merasakannya sebagai sebuah penghinaan atas Rasulullah dan din al-Islam. Isi perjanjiannya mengecewakan mereka, mereka harus pulang ke madinah tanpa menyelesaikan umrah, pun mereka tidak setuju dengan pasal “jika ada orang quraisy yang ingin beragabung dengan ummat islam, mereka harus dikembalikan ke makkah”.

Umar pun sampai protes kepada rasulullah, “kenapa engkau biarkan agama kita dihina?”. Rasulullah menjawab:
انا عبدالله ورسوله لن أخالف أمره ولن يضيعني

|ana Abdullah wa rasuluh lan ukhalifa amrahu wa lan yudhi’ani|

“Aku ini hamba Allah dan rasulnya, tidak sedikitpun aku menyalahi perintahNya dan tak sedikitpun Allah akan menyia-nyiakanku”

Dalam ujian batin yang berkecamuk, ujian berikutnya hadir. Abu Jandal ibn Suhail yang melarikan diri dari Makkah dan menemui rasulullah dan meminta perlindungan. Tetapi penjanjian sudah disepakati, abu jandal terpaksa ditolak.

Pedih hati dan batin ummat muslim bertambah dengan perkataan abu jandal. “wahai saudara-saudaraku sesama muslim! Apakah aku ini akan dikembalikan kepada cengkraman kaum musyrikin yang menganiayaku lantara agamaku?”

Dengan hati yang pedih dan air mata berlinang ummat islam hanya bisa terdiam menyaksikan saudara

mereka abu jandal diseret kembali oleh ayahnya Suhail ke dalam cengkraman Quraisy, sedangkan mereka hanya bisa berdiam diri.

Di sinilah kegentingan perasaan ummat muslim.

Ibadah umrah harus diakhiri, Rasulullah menyeru semuanya untuk bersiap-siap kembali ke madinah.

قوموا فنحروا واحلقوا وخلّوا

|qumu fanhuru wahluqu wa khallu|

“Bangunlah, sembelihlah ternak kurban, bercukurlah, dan bukalah pakaian ihrammu”

Tak ada yang bergerak dan tak ada yang menyahut. Rasulullah sampai mengulangi perintahnya tiga kali.

Jamaah membisu saja, tidak bergerak. Mereka belum bisa menyelesaikan kegundahan yang meliputi mereka. Hati mereka berkecamuk karena tak bisa menyelesaikan umrahnya, melihat kepongahan quraisy, perjanjian yang mengecewakan mereka, dan tak bisa berbuat apapun ketika abu jandal meminta perlindungan namun mereka tak bisa melakukan apapun.

Rasulullah heran dengan sikap para sahabat-sahabatnya. Sudah selama dua puluh tahun mereka taat atas perintah rasulullah, namun kali ini kenapa berbeda. Rasulullah menahan amarahnya, Rasulullah memasuki kemah ummu salmah untuk meredamnya.

Ummu salmah bertanya pada rasulullah: apa masalahnya, Ya Rasulallah?”

Rasulullah menjawab dengan kata-kata yang belum pernah terucap dari lisan rasul:

هلك المسلمون… أمرتهم فلم يتمثّلوا

|Halaka al-muslimun.. amartuhum falam yatamatstalu|

“sudah hancur umat Islam.. aku perintah mereka, tapi mereka tidak menurut”

Sebagai panglima terdepan dalam membangun dakwah, rasul telah membuat jalan bagi ummat islam selama ini. Sudah jelas juga bagaimana rasulullah menghadapi lawan-lawannya di baris terdepan. Sekarang ini rasulullah berhadapan dengan permasalahan psikis ummatnya sendiri yang selama ini jarang mengalami kondisi kritis. Rasulullah belum bisa menjelaskan dengan seterang-terangnya efek positif dari perjanjian yang sudah dibuat kepada ummatnya. Rasulullah berada pada posisi terjepit. Di satu sisi pada kondisi kewajiban untuk membawa ummatnya kepada hal yang diyakininya akan membawa kejayaan, di sisi lainnya para pengikutnya belum dapat memahami keputusannya.

Ummu Salamah berkata: “Ya rasulallah, jangan salahkan mereka. sungguh mereka saat ini sedang ditimpa perkara yang besar dan amat berat buat mereka. sebagaimana engkau juga merasakan beratnya menerima perjanjian itu. Sedang mereka harus pulang dengan sia-sia”

Ummu Salamah menganjurkan supaya Rasulullah pergi keluar ke tengah-tengah jamaah dan tidak berbicara apa-apa. Hanya menyembelih kurbannya sendiri, bercukur, dan membuka kain ihramnya.

Contoh perbuatan rasulullah itu seolah berkata:

“Apa yang telah aku sampaikan pada kalian itu adalah hal-hal yang wajib dikerjakan orang yang beriman karena taat pada perintah Allah. Allah memerintahkan mereka supaya menerima perdamaian bila lawan ingin berdamai dan memenuhi tiap-tiap perjanjian. Satu perjanjian sudah dilakukan meskipun itu pahit. Selanjutnya berserah diri kepada Allah tentang apa yang akan terjadi. Adapun aku, aku menta’ati perintahNya dan akupun menjalankannya”

Melihat rasulullah melakukan hal demikian, perlahan para sahabat mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah. Mereka menyembelih kurbannya, bercukur, dan membuka kain ihramnya. Sesudah itu mereka pulang ke madinah.

Dari hal inilah kita bisa lihat kekuatan “uswatun hasanah”, contoh langsung lebih memiliki kekuatan menggerakkan dalam keadaan-keadaan genting dibanding kata-kata. Dan perbuatan contoh langsung bisa mengatasi suasana genting, dan menembus awan gelap dalam sebuah jamaah.

Rasulullah dibimbing Allah untuk mengambil maslahat kemudahan dakwah sepuluh tahun ke depan tanpa gangguan musuh utamanya, yakni Quraisy. Namun ummat muslim hanya melihat efek jangka pendek dan apa yang terjadi di depan matanya saja. Dalam keadaan ini, ketika kalimat sudah tidak terlalu kuat berpengaruh, contoh langsung menjadi hal yang sangat efektif dari proses penyampaian visi jangka panjang.

Inilah sebuah contoh nyata dari rasulullah bagaimana sikap pemimpin ketika mengambil keputusan dalam keadaan genting, ketika hampir semua orang dalam jamaah hanya melihat efek jangka pendek dari sebuah keputusan dan tidak bisa melihat kemaslahatan yang besar di masa depan dari keputusan yang diambil. Seorang pemimpin berbicara dan menjelaskan dengan perbuatan contoh, karena itu bisa memahamkan dengan perlahan, bahwa keputusan yang diambil adalah sebuah kebenaran.

Semoga bermanfaat

Wa Allahu a’lam Bishawab

About Fahmi Basyaiban

Check Also

Pujian

Hal yang wajar kalau kita sebagai manusia sangat bahagia ketika mendapat pujian. Ini bisa semakin ...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *